Jakarta, FORTUNE - Digitalisasi sistem pembayaran hingga tersedianya uang elektronik diyakini telah menurunkan peredaran uang palsu.
Hal tersebut diungkap Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Marlison Hakim saat Taklimat Media mengenai peluncuran Uang Rupiah Tahun Emisi 2022 secara virtual, Kamis (18/8). Marlison menjelaskan, hal tersebut tercermin dari rasio uang palsu terhadap uang yang diedarkan terus menurun.
Pada 3 tahun ke belakang, tepatnya di 2020, dari 1 juta lembar uang rupiah kertas asli terdapat 9 lembar yang palsu. Rasio uang palsu tersebut terus menurun hingga 2022. "Hingga semester I 2022 ini semakin menurun jadi tiga lembar di setiap 1 juta yang yang diedarkan," kata Marlison.
Ia menjelaskan, uang palsu di masyarakat tidak memiliki nilai. Oleh sebab itu, bank sentral menghitung rasio uang palsu dengan istilah lembar.
Digitalisasi juga menggerus pemakaian uang kecil
Tak hanya menggerus peredaran uang palsu, digitalisasi juga diyakini telah mengurangi pemakaian uang kecil di masyarakat. Sebut saja lembaran uang hingga logam Rp1.000,- yang kini jarang dijumpai masyarakat.
Marlison mengatakan, masyarakat saat ini mulai beralih ke uang elektronik atau pembayaran nontunai. "Sebagai contoh, dulu pada waktu masih tol itu uang kecil sangat tinggi sekali. Dengan adanya sekarang nontunai, (penggunaan uang logam) sangat menurun sekali untuk uang tunai," kata Marlison.
BI tetap pertahankan keberadaan uang logam
Meski demikian, bank sentral menganggap kebutuhan akan uang logam masih ada sebagai pembayaran uang kecil atau sekedar kembalian uang.
Oleh sebab itu, BI bertekad untuk tetap mempertahankan peredaran uang logam meskipun telah jarang digunakan oleh masyarakat.