Jakarta, FORTUNE - Belakangan ini, masyarakat dihebohkan dengan fenomena uang simpanan milik Samin (53) seorang penjaga sekolah di SDN Lojiwetan, Solo yang dimakan rayap. Benar saja, uang tersebut bukan disimpan di bank melainkan hanya di celengan plastik dan sebuah kardus.
Diberitakan Antara, Samin telah membawa uang pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 yang rusak dimakan rayap ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo, pada Selasa (13/9). Total uang yang sudah rusak dimakan rayap itu tercatat senilai hampir Rp50 juta. Kedatangannya ke Kantor Perwakilan BI Solo hanya ingin memastikan dan berharap uangnya dapat ditukar dengan yang baru.
Menanggapi hal tersebut Kepala Kantor Perwakilan BI Solo, Nugroho Joko Prastowo mengatakan, masyarakat bisa menukarkan uang rusak/cacat ke Bank Indonesia (BI). Namun, penukaran harus memenuhi persyaratan seperti tanda keaslian fisik uang kertas masih dapat dikenali dan sisa fisik uang kertas sebesar dua pertiga atau 2/3 dari ukuran aslinya.
Bunga 0 persen bersifat sementara
Tentu fenomena Samin tersebut cukup memprihatinkan. Di satu sisi, menyimpan uang di rumah memiliki risiko tinggi. Namun, menyimpan uang di bank pun tak menjanjikan keuntungan yang signifikan.
Seperti diketahui, sebagian bank kini tidak memberikan bunga (0 persen) tabungan pada nilai tertentu. Sedangkan, potongan biaya administrasi bulanan akan diambil rutin dari tabungan. Artinya, jika tak ditambah oleh nasabah, saldo tabungan di bank bukannya bertambah oleh bunga, justru akan menyusut oleh potongan biaya administrasi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) Sunarso menilai, bunga tabungan 0 persen di bank hanya bersifat sementara saat pandemi Covid-19 yang menekan penyaluran kredit perbankan. Saat kredit mulai menggeliat, tentu perbankan kembali membutuhkan pemupukan likuiditas. Seperti diketahui, bunga tabungan di sejumlah bank kini berada pada kisaran 0 persen.
“Percayalah bahwa itu hanya sementara karena melimpahnya uang yang ditaruh di perbankan, tetapi begitu ekonomi pulih, kredit tumbuh lagi, dan masyarakat mulai menarik duitnya di bank, maka akan terjadi peningkatan kebutuhan likuiditas maka nanti tabungan akan naik bunganya,” kata Sunarso dalam Public Expose secara virtual di Jakarta, Rabu (14/9).
Selain itu, pria dengan hobi sepak bola ini juga menilai terdapat tiga faktor yang mendorong peningkatan bunga simpanan. Pertama ialah pemulihan ekonomi, kedua inflasi dan ketiga ialah kebijakan Giro Wajib Minimun (GWM).
Berkurangnya daya tarik tabungan
Menanggapi fenomena tersebut, Ekonom Sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai sejumlah kalangan masyarakat sudah mulai tidak tertarik untuk menyimpan uang di bank baik bagi kalangan menengah atas maupun kalangan ekonomi bawah.
“Masyarakat khususnya kelas menengah atas itu sudah mulai melihat bahwa menyimpan di bank itu kurang menarik sehingga mungkin mereka akan mulai menggeser kepada instrumen-instrumen yang memberikan return atau imbal hasil di atas suku bunga perbankan ya,” kata Bhima saat dihubungi Fortune Indonesia, Kamis (15/9).
Menurutnya, kini masyarakat lebih memilih untuk berinvestasi dengan return bunga yang jauh lebih tinggi seperti reksa dana, obligasi hingga tabungan valuta asing (Valas). Selain itu, fungsi dari tabungan saat ini sudah mulai bergeser dari tempat berinvestasi menjadi tempat penghimpunan dana untuk keperluan mendadak.
Namun demikian, Bhima menyebut bank harus memutar otak membuat produk dan bunga menarik agar masyarakat tetap berminat untuk menabung di bank. Bila hal tersebut tidak dilakukan, dikhawatirkan likuiditas bank bakal tergerus.
“Jadi kalau Loan to Deposit Ratio (LDR)-nya mulai meningkat ya orang mulai bergeser juga ke sektor investasi lainnya maka likuiditasnya akan makin mengetat,” kata Bhima.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, kecenderungan peningkatan penyaluran dana lebih tinggi dibandingkan dengan penghimpunan dana, sehingga LDR perbankan pada posisi Juli 2022 mencapai 76,51 persen atau meningkat dibandingkan posisi Juni 2022 sebesar 73,13 persen.
LPS ungkap keuntungan nabung di bank
Menanggapi adanya uang yang lenyap dimakan rayap, Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dimas Yuliharto menyatakan, peristiwa tersebut dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar selalu menyimpan uangnya di bank. Menurutnya, keuntungan dari menabung dibank ialah menghindari risiko kerusakan dan kehilangan uang.
“Sudah saatnya masyarakat paham bahwa menabung di bank itu lebih aman karena dijamin oleh LPS, daripada berisiko hilang atau rusak karena berbagai sebab, lebih baik simpan di bank,” kata Dimas melalui keterangan resmi di Jakarta, Rabu (14/9).
Dimas juga memastikan tabungan di bank akan dijamin LPS. Namun demikian nasabah harus mengetahui dan mematuhi syarat penjaminan LPS atau yang dikenal 3T: Tercatat pada pembukuan Bank, Tingkat bunga simpanan yang diterima tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, dan Tidak menyebabkan bank menjadi gagal misalnya memiliki kredit macet.
"Tabungan masyarakat di bank termasuk BPR dijamin oleh LPS maksimal Rp2 miliar per nasabah per bank. Jadi kalau banknya bangkrut atau ditutup, LPS akan menjamin tabungan tersebut," ujar Dimas.