Jakarta, FORTUNE - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) secara konservatif memperhatikan semua ketentuan dari kementerian dan lembaga berwenang terkait penyaluran kredit ke batu bara.
Corporate Secretary BNI, Mucharom, menjelaskan porsi kredit pertambangan untuk rupiah maupun mata uang asing di BNI per kuartal I-2022 hanya 3,23 persen dari total baki kredit BNI yang mencapai Rp591,68 triliun.
Kredit BNI ke sektor energi terbarukan mencapai Rp10,3 triliun
Langkah penyaluran kredit pertambangan BNI juga diikuti dengan komitmen green banking. BNI tercatat menyalurkan kredit untuk sektor energi baru dan terbarukan mencapai Rp10,3 triliun.
"Kami juga telah menyalurkan pembiayaan untuk penanganan polusi mencapai Rp6,8 triliun, serta segmen pengelolaan air dan air limbah senilai Rp23,3 triliun," jelas Mucharom melalui keterangan resmi yang diterima Fortune Indonesia di Jakarta, Senin (4/7).
BNI beri penjelasan terkait kredit tanpa agunan
Selain itu, terkait pemberian kredit, Mucharom juga memberikan penjelasan terkait hoax penyaluran kredit tanpa agunan. Hal ini sekaligus menjawab kabar terkait debitur BNI asal Sumatra Selatan dengan inisial BG yang telah bermitra sejak 2017. BNI memastikan pemberian kredit memiliki jaminan agunan dan sesuai dengan ketentuan. Bahkan, fasilitas kredit debitur tersebut dalam kondisi lancar.
Mucharom mengatakan BNI adalah perusahaan milik pemerintah yang menjalankan bisnis di dalam koridor dan pengawasan pemerintah sekaligus Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Oleh karena itu, penyaluran kredit ke pihak mana pun pasti melewati proses legal termasuk persyaratan agunan yang sesuai dengan nilai fasilitas pinjaman.
"Kami dapat pastikan semua proses legal dalam penyaluran kredit kami sesuai dengan koridor yang berlaku. Kami harap tidak ada lagi pihak mana pun yang sengaja mengumbar hoaks yang membuat masyarakat resah demi mencari keuntungan semata," sebutnya.
Dia menjelaskan, audit internal dan eksternal BNI terus berjalan secara reguler untuk terus memastikan berbagai tindakan fraud yang dapat merugikan perusahaan sebagai penjaga aset negara.