Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai prospek aktivitas perekonomian dunia melemah meski di tengah sentimen positif akibat periode cut cycle bank sentral. Untuk itu, pihaknya mengimbau kepada industri jasa keuangan untuk tetap waspada.
"Pertumbuhan ekonomi terindikasi mengalami penurunan di mayoritas negara utama atau syncronised slowdown," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Rabu (2/10).
Mahendra menjelaskan, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed menurunkan outlook pertumbuhan ekonomi di 2024 diikuti kenaikan level pengangguran dan penurunan inflasi. Tercatat, The Fed menurunkan Fed Funds Rate sebesar 50 bps, yang secara historis pernah dilakukan pada saat global financial crisis 2008 dan pandemi 2020. Di Tiongkok, PBoC cukup agresif dalam mendukung perekonomian dengan menurunkan suku bunga kebijakannya.
Tekanan perekonomian Eropa juga semakin dalam terlihat dari penurunan outlook pertumbuhan dan proyeksi inflasi yang meningkat. Perkembangan tersebut mendorong bank sentral global memulai siklus penurunan suku bunga yang cukup agresif.
Penurunan bunga acuan BI diharap tingkatkan likuiditas
Kebijakan moneter global yang akomodatif tersebut mendorong kenaikan likuiditas di pasar keuangan, tercermin dari penguatan pasar keuangan global di mayoritas negara.
"Aliran modal cukup besar ke pasar keuangan emerging market mulai terjadi, termasuk ke pasar keuangan Indonesia," kata Mahendra.
Namun demikian, kondisi domestik melalui kinerja perekonomian masih terjaga stabil di tengah penurunan pertumbuhan Ekonomi Global. Inflasi terpantau terjaga stabil seiring mulai terkendalinya inflasi pangan, serta neraca perdagangan mencatatkan peningkatan surplus sejak Juli 2024.
Selain itu, lanjut Mahendra, langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 25 bps ke level 6 persen diharapkan dapat meningkatkan likuiditas perekonomian domestik dan memperkuat kapasitas LJK dalam menyalurkan pembiayaan.
Ditopang investasi, kredit tumbuh 11,40%
Di sisi lain, kinerja intermediasi perbankan tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga di tengah outlook kinerja perekonomian global yang menurun.
Pada Agustus 2024, pertumbuhan Kredit masih melanjutkan catatan double digit growth sebesar 11,40 persen (yoy) menjadi Rp7.507,7 triliun. Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 13,08 persen (yoy), diikuti oleh kredit konsumsi 10,83 persen (yoy), sedangkan kredit modal kerja 10,75 persen (yoy).
Ditinjau dari kepemilikan bank, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 13,13 persen (yoy). Berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 16,51 persen, sementara kredit UMKM juga tetap tumbuh meskipun lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu sebesar 4,42 persen.