Jakarta, FORTUNE - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah membuat sejumlah kebijakan dan membentuk kementerian baru. Langkah itu diapresiasi sejumlah bankir nasional. Sejumlah kebijakan yang disoroti Perbankan adalah pembentukan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP) yang dipisahkan dari sebelumnya Kementerian PUPR.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Consumer Banking CIMB Niaga, Noviady Wahyudi yakin bahwa keputusan itu bakal mendukung bisnis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) perbankan. Ia menilai, kinerja dari sektor perumahan akan lebih fokus, apalagi untuk mewujudkan target penyediaan tiga juta rumah untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.
"Hopefully (bisnis KPR) akan semakin membaik di tahun depan. Kita juga menyikapinya dengan menyiapkan strategi yang berbeda,” kata Noviady saat ditemui Fortune Indonesia beberapa waktu lalu.
KPR CIMB Niaga tumbuh tipis, ini strategi pemacunya
Ia menambahkan, fokus utama CIMB Niaga pada akhir tahun ini ialah melanjutkan kerja sama dengan beberapa developer di kota-kota besar serta mengincar sejumlah kota-kota penyangga untuk disalurkan KPR.
“Kita juga punya fokus tambahan, yakni pertumbuhan diharapkan akan lebih cepat itu di secondary cities. Jumlahnya ada 16 kota dan kita akan tingkatkan menjadi 30 kota,” jelas Noviady.
Dari segi bisnis sendiri, penyaluran kredit konsumer dari CIMB Niaga masih tumbuh 5,8 persen (yoy) menjadi Rp73,38 triliun di Juni 2024. Dari nilai itu, bisnis KPR milinya hanya tumbuh tipis 1,4 persen (yoy) mencapai Rp42,89 triliun.
Hilirisasi diyakini memacu kredit bank
Sementara itu, kebijakan lainnya yang didukung oleh sektor perbankan adalah hilirisasi dan ketahanan pangan. Dukungan itu dinyatakan langsung oleh Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar saat paparan kinerja kuartal III-2024 BNI di Jakarta (25/10). Pemerintahan Prabowo-Gibran memang telah menegaskan untuk melakukan hilirisasi swasembada energi hingga pangan dalam lima tahun kepemimpinannya.
Royke memandang, hilirisasi mampu memacu bisnis berbagai industri atau komoditas utama di Indonesia. Dengan demikian, perusahaan ini akan membutuhkan pembiayaan lebih banyak dari perbankan.
“Tentunya akan ada peningkatan dari sisi kebutuhan modal untuk mendukung pembangunan di hilirisasi dan ketahanan pangan. Jadi, pasti jelas akan menambah prospek kita (perbankan) untuk membiayai pengusaha yang akan terlibat di hilirisasi dan ketahanan pangan,” jelas Royke.
Seperti diketahui, BNI memang memiliki spesialisasi dalam penyaluran kredit korporasi. Untuk kinerja intermediasi BNI sendiri masih tumbuh positif dan seimbang. Hal ini tercermin dalam penyaluran kredit yang tumbuh 9,5 persen (yoy) menjadi Rp735 triliun hingga September 2024. Pertumbuhan ini didorong oleh segmen korporasi yang mencatat kenaikan sebesar 15,1 persen (yoy) menjadi Rp409,2 triliun.