Jakarta, FORTUNE - HSBC Holdings mencatatkan laba sebelum pajak sebesar US$12,9 miliar atau sekitar Rp189,7 triliun pada kuartal I-2023. Pencapaian tersebut naik 212 persen secara year on year (yoy) bila dibandingkan pada kuartal-I 2022 yang hanya US$4,2 miliar atau Rp61,8 triliun. Sementara itu, untuk laba setelah pajak juga meningkat menjadi US$11 miliar atau sekitar Rp161 triliun.
Group Chief Executive HSBC Noel Quinn mengatakan, peningkatan laba tersebut didukung oleh strategi bisnis yang konsisten dan transaksi strategis HSBC dengan mengakuisisi Silicon Valley Bank UK Limited (SVC UK) pada Maret 2023 lalu.
“Kami tetap fokus untuk terus meningkatkan kinerja kami dan mempertahankan disiplin kinerja, tetapi kami juga melihat peluang untuk berinvestasi SVB UK untuk mempercepat rencana pertumbuhan kami,” kata Noel melalui laporan yang diterima oleh Fortune Indonesia, Senin (2/5).
HSBC juga mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 64 persen menjadi US$20,2 miliar. Kenaikan ini didorong oleh pendapatan bunga bersih yang tinggi di semua segmen bisnis global. Hal tersebut juga sebagai dampak kenaikan suku bunga acuan global.
Pasca akuisi SVB UK, kredit HSBC tembus US$40 miliar
Sementara itu, saldo kredit di nasabah juga meningkat menjadi US$40 miliar atau sekitar Rp588 triliun pada kuartal I-2023. Peningkatan tersebut terutama masih ditopang oleh operasi perbankan ritel di Prancis dan telah direklasifikasi untuk dijual selama periode tersebut.
Selain itu, pertumbuhan tersebut juga mencakup saldo tambahan sebesar US$7 miliar pasca akuisisi HSBC atas SVB UK selama kuartal pertama tersebut. Noel menilai, kondisi kredit atau pinjaman nasabah masih terbilang stabil.
Di sisi lain, Marjin bunga bersih (NIM) HSBC tercatat sebesar 1,69 persen meningkat sebesar 50 basis poin (bps) dibandingkan dengan kuartal I-2022. Sedangkan untuk saldo rekening nasabah HSBC mencapai US$34 miliar yang juga ditopang oleh pemindahan nasabah SVB UK sebesar US$8 miliar.