Jakarta, FORTUNE - Transisi benchmark suku bunga global dari London Interbank Offered Rate (LIBOR) ke referensi yang lebih kredibel serta penguatan referensi suku bunga di pasar domestik telah menjadi perhatian otoritas di berbagai negara, termasuk Indonesia. Untuk itu, pelaku pasar penting untuk memahami agenda reformasi referensi suku bunga (benchmark reform) ini dan antisipasi yang harus dilakukan.
Oleh karena itu, terkait antisipasi di sektor jasa keuangan, Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto menyatakan, perbankan perlu mengambil langkah-langkah mitigasi potensi risiko terkait dengan diskontinuitas LIBOR ini.
Langkah-langkah tersebut antara lain dengan mengidentifikasi besaran eksposur, berkomunikasi intensif dengan nasabah, serta mengidentifikasi potensi konsekuensi hukum dan perpajakan.
Tak hanya itu, perbankan juga harus menjajaki skema lindung nilai untuk kontrak yang terekspos risiko keuangan yang signifikan. “Mengelola risiko pasar dengan baik, dan menyiapkan infrastruktur IT yang diperlukan terkait perubahan sistem transisi LIBOR ini,” kata Anung melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (14/6).
Pelaku usaha mengaku telah persiapkan transisi LIBOR
Ali Setiawan selaku Co-Chairman Indonesian Foreign Exchange Market Committee (IFEMC) sebagai perwakilan pelaku pasar juga menyampaikan, bahwa pelaku pasar telah melakukan berbagai persiapan dalam menghadapi transisi LIBOR, serta mendorong penggunaan IndONIA sebagai referensi suku bunga produk keuangan.
Adapun Hendri Saparini sebagai Anggota Kebijakan Moneter dan Sektor Keuangan KADIN, selaku perwakilan pelaku usaha juga menyambut baik inisiatif benchmark reform yang mendorong referensi suku bunga tidak mudah dimanipulasi dan kredibel.
“Pelaku usaha membutuhkan informasi suku bunga rujukan dalam mengevaluasi strategi pembiayaan dan penempatan dana maupun investasi,” kata Hendri Saparini.
Transisi LIBOR berguna untuk stabilitas ekonomi
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, menyampaikan perubahan referensi suku bunga merupakan perspektif yang penting dalam proses pemulihan dan mencapai stabilitas ekonomi. Dirinya menjelaskan dari sisi pemerintah, referensi suku bunga berpengaruh dalam jangka panjang bagi strategi pembiayaan pemerintah guna pembangunan yang berkelanjutan.
“Dalam mengawalnya, koordinasi antar lembaga penting bagi stabilitas sektor keuangan maupun sektor riil,” kata Suahasil.
Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti juga mengemukakan bahwa pasar keuangan yang kredibel penting untuk memastikan jalannya fungsi pasar dan stabilitas keuangan. Oleh karena itu, Indonesia melalui National Working Group on Benchmark Reform (NWBGR) berupaya memperkuat kredibilitas referensi suku bunga pasca diskontinuitas LIBOR dengan penyediaan informasi secara intensif bagi pelaku pasar dan merekomendasikan suku bunga referensi alternatif di pasar domestik.
“Kita mengharapkan transisi yang lancar dalam perubahan referensi ini, sehingga memperkuat optimisme pemulihan bersama yang lebih kuat dan berkelanjutan,” pungkas Destry.