Jakarta, FORTUNE - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, kondisi likuiditas dalam negeri mampu menahan dan mengurangi dampak gejolak ekonomi global termasuk Amerika Serikat (AS).
“Pertumbuhan uang primer mencapai 20 persen, bahkan angka terakhir (Juni 2022) menunjukkan pertumbuhannya di angka 28 persen. Artinya, sudah cukup banyak uang yang berada di sistem perekonomian kita,” kata Purbaya melalui keterangan resmi di Jakarta, Rabu (10/8).
Seperti diketahui, ekonomi global masih dibayangi oleh tapering off yang dilakukan oleh Bank Sentral AS (The Fed). Tujuannya jelas untuk mengendalikan inflasi dan membawa ekonomi AS ke level yang lebih stabil dengan cara menaikkan bunga dan mengetatkan kebijakan moneter.
“Di Amerika Serikat saat ini hampir resesi, diperkirakan tapering yang dilakukan Bank Sentral mereka juga hampir berakhir. Jadi kami melihat ujung dari tapering tersebut sudah sedikit terlihat. Pengetatan lebih lanjut tidak akan terlalu signifikan," jelas Purbaya.
Level likuiditas lebih dari cukup, ini buktinya
Lebih lanjut Purbaya menyatakan keadaan likuiditas dalam sistem finansial lebih dari cukup.
Hal itu ditunjukkan juga oleh indikator seperti Rasio Alat Likuid atau Non-Core Deposit (AL/NCD) di level 133,4 persen dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) di level 29,9 persen pada Juni 2022.
“Intinya likuiditas perbankan nasional tetap terjaga dengan baik. Perlu ditekankan lagi di sini bahwa kondisi likuiditas tersebut bukan hanya tergantung kepada kondisi global saja, karena sebenarnya kondisi likuiditas perbankan ada di bawah kendali kita sendiri," kata Purbaya.
Kepemilikan asing di SBN turun 15%
Lebih lanjut, Purbaya juga menanggapi data yang menunjukan susutnya kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara (SBN) yang turun 15 persen (yoy) pada Junin 2022.
Purbaya menjelaskan bahwa ada dua sisi yang dapat dilihat dari perkembangan tersebut. Sisi pertama ialah baik bila dilihat dari ketergantungan RI terhadap dana asing untuk pembangunan semakin kecil.
"Lebih banyak uang yang bersumber dari dalam negeri yang dapat digunakan untuk membiayai misalnya pembangunan infrastruktur nasional," tambah Purnaya.
Keuntungan lainnya adalah stabilitas pasar SBN menjadi lebih mudah dijaga karena Indonesia tidak terlalu terpengaruh lagi oleh pegerakan investor asing di pasar obligasi.
"Dengan jumlah kepemilikan asing yang lebih sedikit, maka akan relatif lebih memudahkan bagi Bank Sentral maupun pemerintah dalam mengendalikan gejolak di pasar obligasi, sehingga stabilitas pasar finansial relatif lebih mudah dijaga,” jelasnya.
Ia pun membandingkan dengan Jepang, dimana hampir 90 persen surat berharganya dikuasai oleh domestik.