Jakarta,FORTUNE- Indonesia masih dibayangi oleh resesi ekonomi akibat gejolak global. Hal tersebut tercermin dari survei terbaru Bloomberg yang menempatkan RI ke dalam peringkat 14 dari 15 negara di Asia yang kemungkinan mengalami resesi ekonomi.
Meski demikian, kegiatan dunia usaha di Indonesia terlihat masih mengindikasikan peningkatan. Hal tersebut tercermin dari Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) yang mengindikasikan peningkatan kegiatan dunia usaha pada kuartal II-2022.
Hal ini tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 14,13 persen, lebih tinggi dari SBT pada kuartal I-2022 sebesar 8,71 persen.
Kepala Departemen Komunikasi sekaligus Direktur Eksekutif BI Erwin Haryono menjelaskan, peningkatan kinerja usaha terindikasi terutama pada sektor industri. Di antaranya industri pengolahan; perdagangan, hotel dan restoran; serta Pengangkutan dan Komunikasi.
“Sejalan dengan pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas di berbagai daerah, perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yang mendorong permintaan, serta ketersediaan sarana produksi,” kata Erwin melalui keterangan resmi di Jakarta, Kamis (14/7).
“Khususnya aspek likuiditas dan rentabilitas disertai akses pembiayaan yang lebih mudah,” kata Erwin.
Kapasitas produksi masih terus meningkat
Sejalan dengan perkembangan kegiatan usaha, kapasitas produksi terpakai kuartal-II 2022 tercatat sebesar 73,22 persen, atau meningkat bila dibandingkan dengan 73,08 persen pada kuartal sebelumnya.
Di sisi lain, penggunaan tenaga kerja terindikasi membaik dan keluar dari fase kontraksi. Kondisi tersebut sejalan dengan keuangan dunia usaha yang terindikasi membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Kegiatan usaha di kuartal III-2022 diprediksi semakin membaik
Pada kuartal III-2022, responden juga memprakirakan kegiatan usaha tetap kuat dengan SBT sebesar 13,75 persen. Tetap kuatnya kegiatan usaha tersebut didorong kinerja beberapa sektor seperti sektor pertambangan dan penggalian; dan industri pengolahan.
Hal tersebut sejalan dengan ketersediaan sarana produksi serta Sektor Konstruksi sesuai pola historis dan peningkatan permintaan dalam negeri. Sementara itu, perlambatan terjadi pada sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan khususnya subsektor tanaman bahan makanan (termasuk hortikultura) sejalan dengan pola historis musim tanam.