Moody’s : Penyaluran Kredit Masih jadi Tantangan Bank Digital 

Sejumlah bank digital belum miliki fitur kredit sendiri.

Moody’s : Penyaluran Kredit Masih jadi Tantangan Bank Digital 
Ilustrasi Moody's/Shutterstock Andrius Zemaitis
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Perusahaan analisis keuangan Moody's menilai, perkembangan bisnis bank digital di Asia Tenggara masih berada di tahap awal. Bahkan, Moody's menganggap bisnis bank digital masih menghadapi tantangan besar dalam penyaluran kredit. 

Dalam laporannya yang berjudul Dampak Bank Digital Pada Inovasi dan Inklusi, Moody’s menyebut bank digital belum menemukan strategi yang tepat dalam penyaluran kredit. "Beberapa bank digital di Indonesia dan Filipina telah mulai beroperasi, dan keuangan mereka sejauh ini menunjukkan bahwa mereka lebih berhasil menarik simpanan daripada pinjaman," dikutip dalam laporan Moody's, Rabu (2/3). 

Pihaknya menilai, bank digital mampu meningkatkan dana sinpanan dengan menawarkan akses mobile banking yang mudah dan cepat. Namum demikian, sebagian besar bank digital belum mampu memperluas portofolio kredit mereka secara memadai dan menjadikannya sumber keuntungan. 

Sejumlah bank digital belum miliki fitur kredit sendiri

Dalam laporannya, Moody’s mengungkapkan sejumlah bank digital di Indonesia yang belum memiliki fitur penyaluran kredit tersendiri seperti BCA Digital dan Sea Bank. 

Sedangkan nama lain seperti Bank Neo Commerce dan Bank Jago memilih bekerja sama dengan institusi atau platform pinjaman digital lain. 

Dari sisi profitabilitas, dari keempat nama bank digital tersebut hanya Bank Jago yang mampu membukukan laba bersih dalam perjalanan bisnisnya di 2021. 

Bank digital masih bergantung ke perusahaan teknologi

Kekhawatiran lain yang diungkapkan dalam laporan tersebut ialah adanya kekhawatiran kondisi keuangan akibat bergantung terhadap dukungan perusahaan teknologi sebagai induk perusahaan.

Moody's menilai, perusahaan teknologi besar dapat memberikan kemampuan teknis dan finansial bagi bank digital. Namun demikian, naik turunnya saham sang induk cukup memengaruhi dukungan finansial ke bank digital. 

"Penurunan harga saham seperti Grab, Sea dan Bukalapak baru-baru ini menyoroti bagaimana sentimen investor dapat merusak prospek pendanaan perusahaan-perusahaan ini,” tulis Moody’s.

Bank digital dorong inklusi keuangan

Meski demikian, tak dipungkiri kehadiran bank digital mampu meningkatkan inklusi keuangan di masyarakat. Moody’s menyebut  menjamurnya bank digital di Asia Tenggara mendorong akses keuangan di masyarakat. 

World Bank bahkan mencatat, pada tahun 2019 lalu kesenjangan pembiayaan untuk UMKM di Indonesia masih sebesar 19 persen dari PDB.

Magazine

SEE MORE>
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024

Most Popular

OJK Digeledah KPK, Juru Bicara Buka Suara
Daftar Saham Lo Kheng Hong, Sektor Keuangan hingga Energi!
Siapa Pemilik Sritex? Ini Profil dan Perusahaannya
Kinerja Smartfren Memburuk, Bosnya Ungkap Persaingan yang Makin Berat
Sritex Resmi Pailit Usai Kasasi Ditolak, Berutang Rp26 T
Sritex Siap Ajukan Peninjauan Kembali (PK), Belum Menyerah