Jakarta, FORTUNE - Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, perbankan nasional terus mendorong pembiayaan hijau berbasis Environmental, Sosial, Governance (ESG).
Kartika bahkan mengungkapkan, nilai pembiayaan berkelanjutan bank nasional beserta asetnya hingga saat ini telah mencapai US$55,6 miliar atau setara Rp806,65 triliun.
"Bank-bank di Indonesia dan institusi finansial lainnya bisa menjadi lebih aktif dan produktif dalam pengembangan dan penawaran produk berkelanjutan untuk memenuhi sisi permintaan dan suplai,” kata Kartika melalui konfrensi video di Agenda G20 Financial Track, Kamis, (18/2).
Pembiayaan ESG global tumbuh kuat saat pandemi
Pria yang akrab dipanggil Tiko ini menyampaikan, saat pandemi penerbitan surat utang berbasis ESG di global terus bertambah pesat.
Tiko menjelaskan, penerbitan ESG bonds secara global pada 2020 tercatat mencapai US$698,7 miliar setara Rp10.019 triliun naik dari tahun sebelumnya yang hanya US$358,3 miliar atau setara Rp5.138 triliun.
"Pentingnya isu-isu ESG yang ikut mendorong lembaga keuangan untuk membantu mengatasi masalah kesehatan, lingkungan, dan begitu juga masalah sosial lainnya,” kata Tiko.
Perbanas: perbankan miliki ruang besar untuk terbitkan surat utang ESG global
Di sisi lain, menurutnya perbankan masih memiliki ruang lebar untuk surat utang berkelanjutan secara global. Perbanas mencatat, surat utang berkelanjutan global yang diterbitkan oleh penerbit Indonesia baru mencapai US$2,2 miliar atau Rp31,6 triliun.
Tiko yang juga menjabat Wakil Menteri BUMN ini menjelaskan, penerbitan surat utang hijau domestik baru mencapai US$35,12 juta atau Rp350 miliar. “Kami ingin melihat lebih banyak penerbitan yang terkait dengan EFG (environtmental, social, and governance) di masa depan untuk menyesuaikan kebutuhan keuangan berkelanjutan di pasar Indonesia,” jelas Tiko.
Kebutuhan dana pengembangan ekonomi hijau RI bisa tembus Rp6.700 triliun di 2030
Dalam kesempatan sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jas Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan, kebutuhan dana pengembangan ekonomi hijau Indonesia hingga 2030 bisa mencapai US$479 miliar atau kisaran Rp6.700 triliun.
Selain Indonesia, beberapa negara juga telah menyediakan anggaran yang cukup besar di tahun 2022 untuk mendukung pengembangan ekonomi hijau di antaranya Jepang US$ 40 miliar atau setara Rp568 triliun dan US yang senilai US$ 36 miliar atau setara Rp511 triliun.