Jakarta,FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mengeluarkan dua peraturan di bidang Industri Keuangan Non-Bank (IKNB). Nantinya kedua rancangan aturan tersebut bakal dijadikan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
Kedua aturan tersebut berkaitan dengan Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) atau unit link dan perubahan peraturan mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (fintech peer to peer lending).
“Kedua peraturan itu akan dikeluarkan mengingat pentingnya penguatan operasional industri perasuransian dan fintech P2P lending yang harus diiringi dengan peningkatan aspek perlindungan konsumen,” kata Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi melalui keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (29/1).
Penyempurnaan aturan unitlink
Riswinandi menjelaskan, penyempurnaan aturan PAYDI antara lain meliputi area spesifikasi produk, persyaratan perusahaan untuk dapat menjual PAYDI, praktik pemasaran, transparansi produk dan pengelolaan investasi.
Ketentuan tersebut tentu berkaitan dengan kisruh nasabah korban unit link dari tiga perusahaan asuransi yang belum lama ini terjadi. Yakni PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri), PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia), dan PT AIA Financial (AIA).
“Upaya penguatan regulasi tersebut bertujuan agar permasalahan pemasaran khususnya ketidakpahaman nasabah atas PAYDI dapat diminimalisir dan perusahaan asuransi dapat meningkatkan tata kelola dan manajemen risiko dengan lebih baik,” kata Riswinandi.
Perubahan ketentuan fintech
Sementara itu, perubahan ketentuan fintech P2P lending antara lain mengatur kepemilikan platform layanan pendanaan bersama, bentuk badan hukum dan modal pendirian.
Tak hanya itu, OJK juga mengatur nilai ekuitas, batas maksimum pendanaan, pemegang saham pengendali dan sejumlah larangan untuk perlindungan konsumen seperti tatacara penagihan.
“Perubahan ketentuan layanan pendanaan bersama ini ditujukan untuk memperkuat industri fintech P2P lending dari sisi kelembagaan dan layanan terhadap konsumen serta kontribusinya bagi perekonomian,” kata Riswinandi.
Riswinandi juga menjelaskan dalam perumusan aturan yang baru ini sudah melibatkan pelaku industri dan stakeholders termasuk akademisi, sehingga diharapkan begitu ketentuannya diundangkan maka bisa segera diimplementasikan.
Pendirian fintech harus memiliki modal minimal Rp25 miliar
Riswinandi menjelaskan, setidaknya ada beberapa poin baru di dalam regulasi Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang akan menggantikan POJK 77/2016.
Dalam subtansi rancangan POJK tercatat, penyelenggara fintech harus memiliki modal disetor minimum sebesar Rp25 miliar pada saat pendirian. Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari OJK juga harus senantiasa memiliki ekuitas minimum sebesar Rp12,5 miliar yang dipenuhi secara bertahap selama 3 (tiga) tahun sejak POJK diundangkan.
OJK juga mengatur batas pendanaan yang dapat diberikan kepada setiap penerima dana (borrower) yakni maksimal sebesar Rp 2 miliar.
Sementara itu, proses penagihan kepada penerima dana (borrower) yang wanprestasi dilakukan paling sedikit dengan memberikan surat peringatan, dengan tata cara sesuai yang terdapat dalam perjanjian antara pemberi dana (lender) dan penerima dana (borrower).