Jakarta, FORTUNE - Dalam sejumlah kesempatan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulang kali mengingatkan kepada seluruh pihak untuk hati-hati dan waspada dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global pada 2023. Jokowi bahkan mengatakan, badai ekonomi global sudah mulai terjadi dan mengganggu 28 negara di dunia hingga meminta bantuan ke lembaga Dana Moneter Internasional (IMF).
“Saya juga mendapatkan telepon dari [Washington] DC, dari Bu Menkeu [Sri Mulyani] bahwa saat ini sudah ada 28 negara yang antre masuk menjadi pasiennya IMF. Artinya, badai itu sudah datang," kata Jokowi saat memberi pengantar saat sidang kabinet paripurna, Selasa (11/10), dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (13/10).
Apalagi, (IMF) telah memangkas proyeksi atau outlook pertumbuhan ekonomi global pada 2023 menjadi 2,7 persen dari sebelumnya yang diprediksi 2,9 persen. Menanggapi kondisi tersebut, sejumlah bank nasional telah memasang strategi kuda-kuda untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global.
Bank akan selektif salurkan kredit
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), Royke Tumilaar, menyatakan perbankan nasional telah mewaspadai adanya gejolak ekonomi khususnya pada 2023. Oleh sebab itu, pihaknya memasang strategi untuk tetap menjaga pertumbuhan bisnis.
“Bahwa situasi ekonomi dunia tahun 2023 penuh dengan ketidakpastian dan volatilitas akan sangat tinggi. Perbankan pasti akan menurunkan target (bisnisnya),” kata Royke saat dihubungi oleh Fortune Indonesia di Jakarta, Kamis (13/10).
Selain itu, salah satu strategi yang diterapkan bank dalam mengantisipasi gejolak global ialah dengan lebih selektif menyalurkan kredit. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas kredit. "Bank akan sangat selektif untuk ekspansi, baik bisnis dan kredit," ujar Royke.
Sebelumnya, BNI mencatat penyaluran kredit tumbuh 8,9 persen (yoy) menjadi Rp620 triliun pada semester I-2022. Kondisi tersebut diiringi dengan stabilnya Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet di level 3,2 persen.
Bank terus jaga likuditas dan pertumbuhan bisnis
Sementara itu, PT Bank Central Asia (Tbk) (BCA) terus menjaga likuiditas di tengah ketidakpastian ekonomi global. Hal tersebut nampaknya juga akan dilakukan oleh sejumlah bank nasional. Meski demikian, BCA memandang pemerintah Indonesia sudah tepat melaksanakan kebijakan yang berbuah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5 persen.
“Tahun 2022 merupakan masa pemulihan ekonomi dampak dari pandemi Covid-19. Kami mencermati bahwa kondisi tahun depan memang menantang,” kata Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F. Haryn, kepada Fortune Indonesia.
Hera menjelaskan saat ini BCA juga memiliki likuiditas yang cukup memadai. Di sisi pendanaan, CASA BCA masih naik 17,3 persen (yoy) mencapai Rp817,8 triliun per Juni 2022. CASA tersebut berkontribusi hingga 81 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK).
“BCA senantiasa berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan bisnis dengan kualitas kredit melalui penerapan manajemen risiko yang prudent,” ujar Hera.
Di sisi lain, perihal risiko kredit, NPL BCA secara keseluruhan turun ke 2,2 persen pada semester I-2022 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang berada pada level 2,4 persen. Hera mengatakan, BCA ke depannya akan berkomitmen untuk mempertahankan kinerja fundamental yang solid dan kualitas layanan yang prima baik offline maupun online untuk seluruh nasabahnya.