Jakarta, FORTUNE - Bank DBS memprediksi pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2022 akan tumbuh sebesar 4,8 persen secara tahunan. Proyeksi tersebut lebih tinggi dari raihan pertumbuhan ekonomi RI di tahun 2021 yang hanya 3,6 persen.
Ekonom Senior Bank DBS Radhika Rao dalam riset berjudul “DBS Focus Indonesia 2022 Outlook: Taxiing for take-off” menyatakan, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Momentum pertumbuhan meningkat di akhir 2021 karena permintaan mulai normal serta peningkatan aktivitas di sektor jasa," kata Radhika melalui keterangan yang dikutip di Jakarta, Selasa (8/2).
Kebijakan pemerintah jadi faktor pegerakan inflasi
Radhika menjelaskan, pergerakan inflasi pada tahun 2022 akan dipengaruhi oleh reformasi subsidi hingga kebijakan pemerintah.
Salah satunya ialah penerapan perubahan pajak, termasuk kenaikan tarif PPN yang dikhawatirkan bakal menjadi faktor penyumbang inflasi.
Radhika menyatakan, dalam menanggapi berbagai kebijakan tersebut, produsen tentunya akan meningkatkan harga untuk mengimbangi kenaikan biaya. "Sebagaimana tercermin dalam inflasi harga grosir, memperkecil selisih antara hasil produksi nyata dan hasil produksi potensial karena aktivitas mulai normal kembali, dan lain-lain," lanjut Radhika.
Pihaknya pun memperkirakan inflasi 2022 rata-rata sebesar 3 persen namun masih dalam target BI, yang sebesar 2 persen hingga 4 persen.
Momentum peningkatan ekspor bakal begeser di 2022
Surplus neraca perdagangan RI pada Desember 2021 mengecil menjadi US$1,02 miliar atau setara Rp14,6 triliun. Bila dibandingkan dengan bulan November 2021 di US$3,5 miliar atau setara Rp50,3 triliun.
Di mana ekspor naik 35 persen secara tahunan, tetapi impor yang meningkat lebih tinggi sebesar 48 persen. Bank DBS memandang, hal tersebut terhadi karena aktivitas mulai normal dan mengangkat impor bahan baku dan barang modal.
"Secara keseluruhan, neraca perdagangan nonmigas meningkat tajam, didorong oleh kenaikan harga komoditas batubara, minyak sawit, logam dasar, karet olahan pada 2021," kata Radhika.
Untuk tahun ini, DBS memandang momentum peningkatan ekspor akan bergeser dari ekspor hasil industri hulu ke ekspor hasil industri hilir dan didorong oleh sektor manufaktur. Pergeseran ini kemungkinan akan menghadapi tantangan, sebagaimana tercermin dalam larangan ekspor batubara yang baru saja dikeluarkan pada Januari.
Suku bunga acuan BI diperkirakan naik 75 bps pada 2022
Dalam kebijakan moneter, Bank DBS memandang arah kebijakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan aset domestik sebagai implikasi dari perubahan kebijakan global.
BI juga mengisyaratkan sikap kebijakan 'pro-stabilitas’ pada 2022, yang mencakup stabilitas harga, rupiah, serta pasar keuangan. Bank DBS pun memperkirakan adanya kenaikan bertahap pada suku bunga acuan 7-day repo rate pada 2022.
“Diprediksi terjadi kenaikan 75 bps pada 2022 dengan menjaga kenaikan mata uang dan memastikan stabilitas keuangan,” ungkap Radhika dalam laporan tersebut.