Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) diimbau untuk mengoptimalkan program Local Currency Settlement (LCS) atau penggunaan mata uang lokal pada pembayaran lintas negara untuk mengantisipasi pengikisan cadangan devisa akibat intervensi ke nilai tukar rupiah.
Program tersebut diyakini bisa mengurangi ketergantungan transaksi ekspor impor dengan dollar, sehingga cadev tetap terjaga. Saat ini Indonesia sudah memiliki kesepakatan kerja sama LCS dengan Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina.
“Local Currency Settlement (LCS) degan mitra bisnis negara lain dalam kaitannya dgn ekspor dan impor antara Indonesia dengan Cina, Jepang, Thailand dan Malaysia dioptimalkan untuk mengurangi kebutuhan dolar AS. Sehingga tekanan terhadap rupiah bisa dikendalikan menuju titik kestabilan atau keseimbangan,” kata Ekonom sekaligus Co-Founder & Dewan Pakar Institute of Social, Economic and Digital (ISED) Ryan Kiryanto saat dihubungi oleh Fortune Indonesia di Jakarta, Jumat (10/7).
Seperti diketahui, BI melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2022 sebesar US$130,8 miliar. Turun bila dibandingkan dengan posisi pada akhir Agustus 2022 sebesar US$132,2 miliar.
BI menyatakan, penurunan posisi cadangan devisa pada September 2022 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Penurunan cadev harus diwaspadai
Ryan menambahkan, posisi cadev RI di September 2022 di US$130,8 miliar turun cukup tajam bila dibandingkan dengan posisi cadev RI di September 2021 yang masih US$146,9 miliar. Bahkan, jangka waktu pemenuhan impor dan pembayaran utang luar negeri juga terlihat semakin pendek dan mendekati standar kecukupan internasional.
Benar saja, saat September 2021 jangka waktu pemenuhan impor bisa mencapai 8,6 bulan hingga 8,9 bulan. Jauh diatas standar internasional yang dipatok 3 bulan pemenuhan impor. Namun saat ini jangka waktu pemenuhan impor dan pembayaran utang hanya 5,7 dan 5,9 bulan.
“Tenor waktu cadev kita untuk bisa memenuhi kewajiban semakin pendek. Berati kita harus waspada. Ini orang jarang tahu, bukan soal besaranya tapi kewajibanya makin pendek artinya kewajiban kita untuk mebayar utang bisa membesar,” jelas Ryan.
Untuk itu, seluruh pelaku usaha diimbau untuk tetap mewaspadai ketidakpastian ekonomi global dan dalam negeri khususnya pada nilai tukar rupiah.
Cadev RI diyakini bertahan di US$130 miliar pada akhir 2022
Dihubungi secara terpisah, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan posisi cadangan devisa bertengger di antara US$130 miliar hingga US$132 miliar di akhir tahun. Kondisi tersebut lantaran kinerja ekspor yang solid ditambah dengan kenaikan suku bunga acuan.
Dirinya tak pungkiri, penurunan cadev di September 2022 terjadi akibat permintaan dollar yang meningkat dan terefleksi dari rupiah yang melemah. Namun kondisi tersebut tidak akan semakin buruk berkat langkah aktif dari bank sentral.
“Ke depannya, cadangan devisa masih berpotensi turun di jangka pendek akibat sentimen hawkish yang masih meningkat di pasar keuangan global. Namun di akhir tahun, kami perkirakan cadangan devisa mulai secara gradual meningkat sejalan dengan potensi penguatan Rupiah yang ditopang oleh potensi kenaikan suku bunga acuan BI,” pungkas Josua.