Jakarta,FORTUNE - Bank Indonesia (BI) mencatat penyesuaian Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah tahap I dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret 2022 telah menyerap likuiditas bersih perbankan sekitar Rp55 triliun. Kenaikan tahap pertama ini 150 basis poin (bps).
Meski demikian, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penyerapan likuiditas itu tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit kepada dunia usaha.
“Kenaikan GWM tidak mempengaruhi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit. Kenapa? Karena alat likuid terhadap dana pihak ketiga masih sangat tinggi,” jelas Perry pada paparan virtual Pengumuman Hasil RDG BI di Jakarta, Kamis (17/3).
Perry juga menjelaskan, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih cukup tinggi pada 11,11 persen (yoy).
Likuiditas bank diprediksi bakal berkurang Rp156 triliun pada 2022
Dimulai pada Maret hingga September 2022, BI akan menaikkan GWM dalam tiga tahap hingga mencapai total 6,5 persen.
Dengan seluruh kenaikan tersebut, BI memperkirakan adanya pengurangan likuiditas perbankan sebesar Rp193 triliun. Namun demikian, BI juga memberikan kelonggaran pada bank-bank yang menyalurkan kredit kepada 38 sektor prioritas yang diperkirakan mencapai Rp37 triliun.
Dengan demikian, Perry memperkirakan secara keseluruhan bakal ada pengurangan likuiditas bank di pasar sebesar Rp156 triliun hingga akhir tahun ini.
Kenaikan GWM bakal turunkan alat likuid terhadap DPK
Pada Februari 2022, kata Perry, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat tinggi hingga 32,72 persen. Perry pun tak menampik kenaikan GWM bakal mengikis rasio tersebut.
“Perkiraan kami dengan penyerapan GWM, alat liquid terhadap dana pihak ketiga perbankan yang saat ini sebesar 32,72 persen memang akan menurun menjadi 31,5 persen," kata Perry.
Meski demikian, angka ini menurutnya masih jauh lebih tinggi dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga sebelum Covid-19 yang sekitar 21 persen.
Kredit diperkirakan masih tumbuh 8%
Meski ada kenaikan GWM , BI memperkirakan penyaluran kredit masih akan kuat. BI pun memproyeksikan pertumbuhan kredit 2022 masih terdapat pada kisaran 6–8 persen.
"Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor domestik, seperti permintaan meningkat dengan kondisi korporasi yang membaik," kata Perry.
Selain itu, Perry mengungkapkan sisi penawaran kredit perbankan juga mengalami perbaikan hingga akhir 2022.