Jakarta, FORTUNE - Rancangan Undang-undang terkait Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) dikabarkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. RUU yang memiliki 339 pasar dan terakum dalam 24 bab ini dikabarkan bakal menjadi UU sapu jagad di sektor keuangan.
Ada pun beberapa isu yang dinilai krusial dalam RUU P2SK ialah menghapus larangan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) untuk menjadi pengurus partai politik.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menilai, bank sentral harus bebas dari campur tangan Pemerintah atau pihak lain dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Salah satu tugas utamanya ialah mengatur kebijakan moneter seperti suku bunga acuan dan makroprudensial.
“Misalnya saja bisa terjadi inside trader, orang menaikan suku bunga atau menaikan suku bunga ketika dia menjadi anggota dewan gubernur akan sangat mempengaruhi pelaku pasar, termasuk saat dia memiliki bank sendiri. Itu bisa jadi suatu hal yang merugikan,” jelas Tauhid saat dihubungi di Jakarta, Selasa (6/12).
Tauhid juga menjelaskan terkait independensi dari sisi kebijakan dimana keputusan akan lebih sulit diambil apabila ada kepentingan politik. Hal ini juga berpotensi menjadi area rent seeking sehingga keputusan yang diambil tidak akan berdasar pada objektivitas, tetapi hanya menguntungkan beberapa pihak.
Pengalaman Turki jadi pembelajaran
Pengalaman negara lain seperti Turki seakan menjadi pembelajaran tersendiri, yang mana Pemerintahan seakan telah mencabut independensi Bank Sentral Turki (TCMB).
Sejak 2021, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan memerintahkan TCMB untuk menurunkan suku bunga berkali-kali, walaupun inflasi negara tersebut telah mencapai 36 persen. Hasilnya, inflasi Turki pada Oktober 2022 mencapai 85,51 persen, tertinggi dalam 24 tahun terakhir.
Selain mencabut independensi TCMB, Erdogan juga mencabut peraturan yang mensyaratkan Deputi Gubernur TCMB harus memiliki pengalaman selama 10 tahun sebagai praktisi ekonomi moneter. Oleh karena itu, Tauhid berharap ketentuan itu dimasukkan lagi ke dalam UU P2SK agar independensi BI.
Sebelumnya, Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan turut berpendapat, apabila pasal ini tetap disahkan nantinya akan mengurangi independensi Bank Sentral dalam menjalankan mandat utama, yakni menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar. Menurutnya, bank sentral harus mempertimbangkan indikator makro ekonomi sebagai pijakan utama, bukan tekanan dari partai politik tertentu.
“Kompromi atas independensi Bank Sentral dapat berakibat negatif bagi perekonomian suatu negara,” kata Deni.
Pembentukan pansel untuk seleksi OJK dirasa kurang tepat
Pada pasal lain yang juga cukup krusial ialah pasal 11 RUU P2SK yang menyebutkan Anggota Dewan Komisioner (ADK) OJK diseleksi dan dipilih oleh DPR melalui panitia seleksi (pansel) yang juga dipilih oleh DPR.
Mekanisme ini dinilai Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah tidak ideal karena tidak ada prinsip check & balances antara eksekutif dan legislatif. Melihat hal ini, Piter berpendapat bahwa sangat penting untuk menjaga independensi lembaga otoritas keuangan.
"Itu saya nggak sependapat. Seharusnya OJK itu sama dengan BI. Tidak perlu pakai pansel. BI nggak pakai pansel. Untuk Ketua dan Wakil Ketua Komisioner OJK cukup presiden yang mengajukan nama ke DPR,” kata Piter.
Oleh karena itu, menurutnya sangat penting untuk tidak terburu-buru dalam penyelesaian pembahasan RUU P2SK, mengingat pembahasan perubahan peraturan turunan UU ini (Peraturan Pemerintah, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan OJK, dll) bisa memakan waktu setidaknya satu tahun.