Jakarta, FORTUNE - Volatilitas pasar keuangan Amerika Serikat (AS) dinilai sebagai biang kladi jatuhnya Silicon Valley Bank (SVB). SVP Treasury & Markets Bank DBS Indonesia, Tony M. Suryo Mulyono menyatakan, tingginya suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) turut menjadi penyebab bangkrutnya SVB.
"Setelah sentral bank US menaikkan suku bunga agresif, bank kecil di AS dapat bunga deposito besar. Jadi ada concentration risk. Sementara channeling-nya itu ke instrumen yang miliki suku bunga tetap," kata Tony pada acara Fortune Summit 2023 di Jakarta, Kamis (16/3).
Menurutnya, jika deposito mahal, tapi suku bunga tetap maka deposan akan memindahkan portofolio mereka. Hal itulah yang menyebabkan para nasabah di SVB memindahkan dananya.
Seperti diketahui, prediksi kenaikan fed fund rates (FFR) akan bertengger dikisaran 4,75 persen hingga 5 perrsen pada pertemuan The Fed di 21 hingga 22 Maret 2023. Namun, pada Desember 2022, FOMC mengindikasikan terminal rate tahun ini sebesar 5,1 persen.
Inflasi turut menyumbang gejolak ekonomi AS
Menurutnya, volatilitas pasar selalu jadi momok perbankan. Selain itu, kondisi inflasi di AS juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan gejolak ekonomi di AS.
Inflasi adalah ukuran seberapa cepat harga naik atau turun dalam perekonomian AS. Indeks harga konsumen (IHK) AS saat ini masih berada pada kisaran 6 persen pada Februari 2023.
Namun demikian, pihaknya menilai kondisi tersebut tidak terlalu berdampak langsung ke perbankan Indonesia. Sebab, menurutnya bank di dalam negeri masih cukup kuat permodalannya.