Jakarta,FORTUNE - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memprediksi nilai transaksi digital banking bisa tembus hingga Rp48.000 triliun pada 2022. Nilai tersebut lebih tinggi 21,8 persen dari prediksi di tahun 2021 dengan nilai Rp40.000 triliun. Perry menyebut, nilai tersebut seiring dengan peningkatan ekonomi dan keuangan digital.
“Ekonomi dan keuangan digital akan meningkat pesat pada tahun depan,” kata Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2021 di Jakarta, Rabu (24/11).
Kita ketahui bersama, tren transaksi digital juga tak terlepas dari ramainya pembentukan bank digital. Meski demikian, terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan bank khususnya dalam melakukan transaksi digital.
Waspadai risiko teknologi
Staf Ahli Pusat Studi BUMN sekaligus pengamat perbankan Paul Sutaryono mengungkapkan, dalam melakukan digitalisasi, perbankan harus terus mengamati risiko teknologi salahsatunya ialah adanya peretasan data pribadi nasabah.
“Tentu ada potensi risiko dengan adanya bank digital. Sebut saja, potensi risiko teknologi. Oleh karena itu, bank digital harus mampu menyediakan senjata untuk menghadapi potensi risiko teknologi itu,” ungkap Paul kepada Fortune Indonesia, Rabu (24/11).
Sebagai informasi saja, berdsarkan penilaian digital maturity assessment for bank (DMAB) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai kematangan bank dalam hal manajemen risiko masih 43 persen.
Bank digital harus kembangkan ekosistem
Selain mengembangkan infrastruktur digital, menurutnya bank yang fokus pada digital juga wajib mengembangkan ekosistem bank.
“Artinya, produk dan jasa perbankan digital harus mampu menjangkau seluruh masyarakat. Dengan demikian, inklusi keuangan akan terus berkembang,” kata Paul.
Sebagai informasi saja, OJK mencatat indeks inklusi keuangan nasional tahun 2019 mencapai 76,19 persen dengan tingkat literasi keuangan sebesar 38,03 persen.
Follow the customers
Selain itu, Paul juga menilai banyaknya tren pembentukan bank digital sebagai langkah adaptif untuk bisa menyediakan produk dan jasa bagi nasabah setianya.
“Istilahnya, banks follow the customers. Itu upaya strategis dan cepat daripada membangun infrastruktur teknologi sendiri,” tambah Paul.
Meski demikian, dirinya mengimbau bank untuk terap fokus dan berkelanjutan meningkatkan infrastruktur digital layananya agar lebih aman.