Jakarta, FORTUNE - Pada tahun 2022, transaksi pasar keuangan berkelanjutan negara ASEAN mencapai US$82 miliar atau sekitar Rp1.228 trilun. Meski demikian, jumlah ini masih jauh dari potensinya.
Untuk mengoptimalkan potensi tersebut bisa melalui pememenuhan sejumlah aspek, di antaranya produk dan tools pembiayaan yang inovatif, aturan dan insentif, serta koordinasi internasional.
Negara ASEAN sendiri dinilai cukup rentan terhadap perubahan iklim, mempertimbangkan di antaranya tingginya risiko bencana alam, ketergantungan terhadap sektor yang sensitif terhadap iklim seperti pertanian dan SDA, dan tingginya populasi dan ekonomi berbasis pesisir.
Untuk menangkal berbagai tantangan tersebut, diskusi membahas bagaimana dukungan bank sentral, lembaga internasional dan swasta untuk memperluas penerapan keuangan hijau.
Ini 3 mitigasi BI dalam susun keuangan hijau
Selain itu, peran bank sentral negara ASEAN menjadi penting dalam membangun kerangka transisi keuangan hijau. Sebab, masing-masing negara ASEAN memiliki perbedaan dalam kapasitas dan tantangannya harus memiliki asistensi teknis dalam transisi hijau.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga menekankan pentingnya transisi yang terkelola dengan baik untuk memitigasi risiko ekonomi dan sosial. Hal ini dicapai dengan 3 (tiga) konsiderans yaitu kebijakan yang kuat dari otoritas dan dukungan politik pemerintah, kerangka transisi perubahan iklim yang jelas, dan keberlangsungan modal untuk pembangunan proyek berkarateristik hijau.
"Bank sentral berperan bukan hanya untuk mempromosikan keuangan hijau tetapi juga pada tahap implementasinya, terutama pada transisi keuangan. BI berkomitmen bersama swasta dan pemerintah menuju Sustainable Development Growth (SDG)," kata Perry melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Jumat (31/3).
Dalam implementasinya, BI telah menerapkan sejumlah kebijakan di antaranya insentif likuiditas bagi bank yang menjalankan proyek hijau, asistensi teknis keuangan hijau berbalut loka karya untuk pemerintah daerah, manajemen cadangan devisa yang meliputi portofolio sektor hijau dan sukuk.
Dalam dialog tersebut juga memaparkan bagaimana Financial Stability Board (FSB) membuat standar penerapan keuangan hijau (FSB Roadmap on Climate-related Financial Risks) untuk meningkatkan efektivitas kebijakan yang meliputi 4 aspek, yaitu disclosure (pengungkapan), data, asesmen kerentanan, dan instrumen regulasi dan pengawasan.
Lebih lanjut, Direktur Keuangan United Nations Development Programme (UNDP), Marcos Neto menyampaikan arti penting pembiayaan transisi iklim untuk mendukung negara berkembang dalam agenda transisi. Hal ini membutuhkan kerangka transisi yang jelas untuk memastikan konsistensi kebijakan dan dapat mendorong partisipasi sektor swasta.