Tren Penurunan Bunga The Fed Tak Lagi Tajam, Ini Penyebabnya

Ini instrumen investasi yang masih menarik di 2025.

Tren Penurunan Bunga The Fed Tak Lagi Tajam, Ini Penyebabnya
The Federal Reserve ( FED ) to control interest rates. (Shutterstock/Pla2na)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Tren penurunan suku bunga acuan The Fed diprediksi melambat di awal tahun 2025.
  • Lanskap geopolitik dan ekonomi global masih kompleks, terutama setelah pemilihan presiden AS.
  • Momentum makroekonomi AS diperkirakan akan meningkat pesat berkat kebijakan pemotongan pajak dan pengeluaran fiskal ekspansionis oleh Trump.

Jakarta, FORTUNE - Tren penurunan Suku Bunga Acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) diprediksi tak lagi tajam di awal tahun 2025 ini. Kondisi ini berbanding terbalik dibandingkan dengan proyeksi akhir tahun 2024 yang memperkirakan bunga acuan bakal terjun bebas. 

Chief Investment Officer DBS menilai, memasuki tahun 2025, lanskap geopolitik dan ekonomi global tetap kompleks dan penuh nuansa hingga sulit dipahami. 

Secara khusus, pemilihan presiden AS yang baru saja selesai diperkirakan akan memberikan dampak luas terhadap pasar dan aset berisiko di seluruh dunia. 

"Dengan demikian, asumsi yang berlaku umum, bahwa resesi akan segera terjadi dan pemotongan suku bunga oleh The Fed yang awalnya bakal tajam, kini tidak berlaku lagi," kata Chief Investment Officer DBS, Hou Wey Fook melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (14/1). 

Sebaliknya, kata Wey, momentum makroekonomi AS diperkirakan akan meningkat pesat seiring dengan upaya Trump mewujudkan janji kebijakannya terkait pemotongan pajak dan pengeluaran fiskal ekspansionis. 

Seperti diketahui, The Fed telah menurunkan suku bunga acuan di Desember 2024 sebesar 25 basis poin menjadi 4,25 persen – 4,5 persen 

Kebijakan Trump 2.0 buat ketidakpastian global

Donald Trump (instagram.com/realdonaldtrump)

Meski demikian, ketidakpastian besar terkait kehadiran Trump 2.0 juga masih menjadi risiko keiangan global. Yaitu kesinambungan fiskal (atau kebalikannya) dari rencana kebijakannya dan kemungkinan perang dagang akibat rencana kenaikan tarif yang diusulkan Trump. 

Dalam konteks kebijakan fiskal ekspansionis dan ketegangan geopolitik, yang meningkat, DBS CIO yakin bahwa pendekatan "barbell" dalam konstruksi portofolio merupakan strategi tepat. 

Untuk menghadapi kebijakan ekspansionis Trump, DBS CIO juga telah meningkatkan peringkat untuk ekuitas, dari kinerja di bawah rata-rata (underweight) menjadi netral. DBS CIO tetap mempertahankan peringkat kinerja membaik (overweight) untuk saham AS karena pemotongan pajak yang akan datang diperkirakan akan meningkatkan margin perusahaan. 

Ini instrumen investasi yang masih menarik di 2025

Pexels-energepic.com

Untuk mengurangi risiko perang dagang, DBS CIO mengimbau untuk mempertahankan porsi yang besar untuk investasi pendapatan tetap karena memberikan perlindungan terhadap penurunan harga jika ketegangan perdagangan meningkat lebih dari yang diperkirakan. Rasio risiko imbal hasil juga menarik, dengan imbal hasil obligasi kembali ke angka 4,4 persen. 

DBS CIO juga mempertahankan peringkat kinerja di bawah rata-rata untuk ekuitas Eropa karena diperkirakan akan memberikan kinerja di bawah rata-rata mengingat kenaikan tarif AS akan memaksa eksportir Tiongkok untuk mengalihkan barang-barang mereka ke pasar non-AS, yang pada gilirannya akan meningkatkan persaingan.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Pengiriman Boeing pada 2024 Turun ke Level Terendah Sejak Pandemi
Baru Sepekan IPO, Saham RATU Kena UMA!
Mirae Asset Beberkan Saham Berdividen Tinggi Layak Pantau Tahun Ini
Siapa Pemilik Aplikasi Jagat? Seorang Arsitek Lulusan MIT
Sudah Dapat Restu Prabowo, Luhut Kebut Family Office
Biaya Haji 2025 Turun Jadi Rp55,4 Juta, Ini Alasannya!