Jakarta, FORTUNE - Wakil Direktur Utama Bank Mandiri, Alexandra Askandar menilai sebagai pelaku industri keuangan seperti perbankan masih menghadapi berbagai tantangan untuk mendukung target Indonesia menuju ekonomi rendah karbon, khususnya dalam mempromosikan Investasi Iklim.
Tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah menyeimbangkan antara peluang dan kepatuhan regulasi dalam pembiayaan iklim, di mana investasi iklim seringkali dianggap mahal meskipun manfaat jangka panjangnya nyata. Tidak semua pemangku kepentingan menganggap hal tersebut sebagai prioritas, karena kepentingan bisnis tetap menjadi perhatian utama bagi pelaku industri dan juga bank komersial. Akibatnya, saat ini inisiatif iklim di Indonesia sebagian besar masih bersifat sukarela.
“Salah satu dukungan yang dibutuhkan adalah kebijakan kuat yang dapat menjadi pemicu utama untuk mendorong pembiayaan iklim. Penting untuk membuat perihal ini lebih menarik bagi semua pihak melalui mekanisme insentif dan pengurangan biaya untuk mendorong semua pihak bergerak menuju praktik bisnis yang lebih hijau, seperti insentif proyek hijau atau pajak karbon,” kata Alexandra saat ditemui di Plataran Hutan Kota Jakarta, Kamis (18/7).
Pajak karbon dan pembiayaan hijau punya peran penting
Sebagai salah satu key drivers, Bank Mandiri telah melihat mekanisme pajak karbon dapat menjadi dukungan untuk meningkatkan permintaan Pembiayaan Hijau. Mekanisme ini memberikan konsekuensi finansial tertentu bagi bisnis yang menghasilkan emisi tinggi dan insentif bagi bisnis yang beralih menuju praktik berkelanjutan.
“Sinergi antara penetapan pajak karbon dan pembiayaan hijau memainkan peran penting untuk mempercepat transisi global menuju ekonomi rendah karbon.” kata Wanita yang akrab dipanggil Xandra.
Ia menyatakan, Singapura telah memperkenalkan pajak karbon pada tahun 2019 dan memiliki berbagai kebijakan serta insentif terkait Green Investment. Mereka telah menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik, dengan memiliki porsi investasi hijau yang relatif besar di Asia Tenggara atau lebih dari 20 persen total investasi hijau di antara tahun 2020 sampai dengan 2023.
“Di Indonesia, saya sangat optimistis dan perkembangannya juga baik. Meskipun kebijakan pajak karbon masih dalam tahap pengembangan, regulator telah melakukan uji coba Sistem Perdagangan Emisi (ETS) di Sektor Energi dan memulai perdagangan karbon di bursa karbon pada tahun 2023,” kata Xandra.
Pembiayaan hijau Bank Mandiri capai Rp130 triliun
Di bawah kepemimpinan Alexandra Askandar, dirinya mengawasi implementasi Environmental, Social, and Governance (ESG) di Bank Mandiri. Ia menyatakan, sebagai green market leader dengan pangsa pasar lebih dari 30 persen di Indonesia, Bank Mandiri telah menyalurkan Sustainable Financing sebesar Rp264 triliun hingga bulan Maret 2024. Dengan porsi pembiayaan hijau Rp130 triliun tersebut mampu meningkat sebesar 19 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Xandra menjelaskan, kredit hijau Bank Mandiri didominasi oleh sektor energi terbarukan, pengelolaan SDA hayati & penggunaan lahan berkelanjutan, serta bangunan ramah lingkungan. Mengusung visi “Becoming Indonesia's Sustainability Champion for a Better Future”, strategi ESG Bank Mandiri terdiri dari tiga pilar, yaitu Sustainable Banking, Sustainable Operation, dan Sustainability beyond banking , dengan delapan inisiatif utama dalam framework keberlanjutan.
“Secara internal, kami telah membangun fondasi yang kuat untuk ESG, menunjukkan komitmen yang kuat, meluncurkan berbagai inisiatif, mengintegrasikan prinsip ESG ke dalam core business perusahaan, dan tentu saja bekerja sama dengan nasabah kami sebagai salah satu pemangku kepentingan paling krusial dalam perjalanan ESG yang panjang ini,” pungkas Xandra.