Jakarta, FORTUNE - Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal dalam operasi sibernya pada Juli telah menemukan 434 aktifitas investasi ilegal.
Dari jumlah tersebut terdiri dari 283 entitas serta 151 konten pinjaman online ilegal di sejumlah website, aplikasi dan konten sosial media.
"Sehubungan dengan temuan tersebut, Satgas telah melaporkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika RI untuk melakukan pemblokiran guna mencegah kerugian di masyarakat," kata Sekretariat Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal, Hudiyanto melalui keterangan resmi di Jakarta, Kamis (3/8).
Tercatat, sejumlah website file sharing pinjol ilegal antara lain: apkmonk.com, apksos.com, apkaio.com, apkfollow.com, apkcombo.com, dan apkpure.com. Selain itu, juga ditemukan aplikasi dan konten penawaran pinjol ilegal di Google Playstore, facebook dan instagram.
Sejak 2017, Satgas telah hentikan 6.894 entitas ilegal
Dengan demikian sejak 2017 s.d. 31 Juli 2023, Satgas yang sebelumnya dikenal sebagai Satgas Waspada Investasi (SWI) ini telah menghentikan 6.894 entitas keuangan ilegal yang terdiri dari 1.193 entitas investasi ilegal, 5.450 entitas pinjaman online ilegal, dan 251 entitas gadai ilegal.
Untuk itu, ke depannya Satgas mengimbau kepada Masyarakat bila menemukan tawaran investasi atau pinjaman online yang mencurigakan atau diduga ilegal, dapat melaporkannya kepada Kontak OJK 157, WA (081157157157), email: konsumen@ojk.go.id atau email: waspadainvestasi@ojk.go.id.
Ini cara mengetahui ciri-ciri pinjol ilegal
Untuk itu, Satgas juga terus mengimbau masyarakat agar terhindar dari pinjaman online ilegal antara lain dengan mengetahui ciri-cirinya yaitu:
- Tidak memiliki dokumen izin dari OJK;
- Proses pinjaman sangat mudah dan cepat;
- Aplikasi meminta akses seluruh data di telepon seluler seperti: kontak, storage, gallery, dan history call;
- Bunga pinjaman yang sangat tinggi dan denda yang tidak jelas informasinya;
- Penggunaan ancaman, penghinaan, pencemaran nama baik, dan penyebaran foto/video dalam melakukan penagihan;
- Identitas pengurus dan alamat kantor tidak jelas;
- Penawaran via saluran komunikasi pribadi tanpa izin seperti WA dan SMS atau media sosial.