Pemerintah Masih Gunakan RUEN Lama untuk Petakan Energi Terbarukan
100% energi terbarukan untuk bebas emisi pada 2050.
Jakarta, FORTUNE – Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang lebih dari cukup untuk menyediakan energi menuju era dekarbonisasi. Hal ini merujuk pada transisi energi menuju pemanfaatan 100% energi terbarukan untuk mencapai Indonesia bebas emisi pada 2050.
Sayangnya, lanjut Fabby, data potensi teknis energi terbarukan Indonesia masih menggunakan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 443,2 GW dan belum diperbaharui sejak 2014. Padahal, potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia justru lebih besar dari data RUEN.
“Oleh karena itu, perencanaan energi dan peta jalan transisi energi Indonesia harus memprioritaskan pemanfaatan energi terbarukan,” ujar Fabby kepada Fortune Indonesia, Selasa (26/10).
Menurut Fabby, pemerintah belum selesai melakukan pemutakhiran data seluruh potensi energi terbarukan. Padahal, pemutakhiran data menjadi sangat penting dalam perencanaan transisi energi.
IESR luncurkan kajian peta potensi teknis energi terbarukan
Untuk mendukung pemerintah dalam percepatan transisi energi menuju pemanfaatan 100% energi terbarukan, IESR meluncurkan kajian peta potensi teknis energi terbarukan. Kajian ini dilakukan untuk memperbarui data lama yang membuat pemerintah dan pelaku usaha tidak optimal dalam memformulasikan kebijakan terkait akselerasi pemanfaatan energi terbarukan.
“Kajian ini independen dari IESR, tidak melibatkan pemerintah. Hasilnya kami laporkan ke pemerintah untuk menjadi referensi perencanaan energi nasional,” kata Fabby.
Kepada Fortune Indonesia, Fabby berpendapat data potensi energi terbarukan ini akan mengoptimalkan cara pandang, strategi serta pembuatan keputusan pemerintah terkait pemanfaatan energi terbarukan. “Harapan saya, kiranya pemerintah dan penyedia energi bisa mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan untuk dekarbonisasi dan mendorong pengembangan teknologinya,” katanya.
Hasil kajian yang dilakukan
Dalam kajian ini, IESR menggunakan sistem informasi geografis atau GIS untuk memutakhirkan data potensi teknis surya, angin, dan air di Indonesia, termasuk mempertimbangkan masalah variabilitas dan sifat intermitensi ketiga jenis energi terbarukan tersebut.
Seperti dilansir dari Antara (26/10), IESR juga mengkaji potensi biomassa serta penyimpanan energi hidro terpompa atau pumped hydro energy storage (PHES). Hasilnya, Indonesia punya total potensi teknis energi surya, angin, air dan biomassa sebesar 7.879,43 GW dan 7.308,8 GWh untuk PHES
Peneliti Senior dan Penulis Utama Kajian, Handriyanti Diah Puspitarini, menyampaikan bahwa proyeksi kebutuhan kapasitas energi Indonesia mencapai 1.600 GW pada 2050. Jumlah ini mengacu pada Kajian Dekarbonisasi Sistem Energi di Indonesia IESR yang telah dipublikasikan pada Mei.
Menurutnya, jumlah ini dapat terpenuhi saat penggunaan energi terbarukan mencapai 100% di masa mendatang. Ada pun kontribusi utama energi terbarukan ini berasal dari 1.492 GW fotovoltaik surya sebesar 88 persen dari bauran energi primer, 40 GW tenaga air, dan 19 GW panas bumi dengan kapasitas penyimpanan yang optimal.
“Peta potensi energi terbarukan ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mempertimbangkan biaya sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas kepada para pemangku kepentingan tentang lokasi energi terbarukan yang optimal untuk dikembangkan," ujar Handriyanti.
Rekomendasi IESR bagi pemerintah
Berdasarkan pemberitaan Antara, IESR memberikan sejumlah rekomendasi bagi pemerintah Indonesia, terkait pemetaan potensi energi terbarukan. Hal pertama, IESR merekomendasikan pemerintah untuk memperbaiki data potensi energi terbarukan yang menjadi acuan perencanaan di sektor energi dan pembangunan. Lalu, meninjau secara berkala seiring dengan semakin matangnya teknologi energi terbarukan.
Kedua, pemerintah maupun para ahli perlu melengkapi peta potensi teknis dengan analisis singkat mengenai intermitensi, variabilitas, dan kesiapan jaringan, termasuk prediksi kondisi di beberapa tahun ke depan.
Ketiga, pemerintah dan para pemangku kepentingan harus mulai mempertimbangkan pengembangan sistem terdesentralisasi dan koneksi antar pulau sebagai cara menyediakan listrik dari energi terbarukan yang dapat diakses oleh masyarakat di seluruh pulau, terutama yang terpencil.
Keempat, pemerintah perlu memberi dukungan lebih pada berbagai inovasi teknologi energi terbarukan, sehingga dapat membuka peluang pemanfaatan potensi energi terbarukan yang besar.