Sri Mulyani: Ada Tagihan Rp23T Perawatan Covid yang Harus Dibayar
Anggaran untuk penanganan Covid-19 memang sangat tinggi.
Jakarta, FORTUNE – Pandemi Covid-19 sudah melanda Indonesia dua tahun lebih. Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan anggaran untuk biaya perawatan pasien Covid-19 tahun lalu mencapai hampir Rp94 triliun. Namun demikian, jumlah tersebut masih belum mencukupi.
“Masih ada tagihan sejumlah RP23 triliun pada tahun 2022 yang harus kita bayar dari perawatan (pasien Covid-19) tahun 2021. Jadi, kita bisa melihat, biaya Covid itu mahal sekali,” ujar Sri Mulyani dalam acara BRI Microfinance Outlook 2022, Kamis (10/2).
Menteri Sri menguraikan, angka tersebut baru dari segi perawatan, belum termasuk vasinasi dan kebutuhan lainnya.
“Biaya untuk menangani Covid itu mencapai ratusan triliun. Kalau tahun 2020 mencapai Rp50 triliun, maka 2021 itu mencapai puncaknya. Anggaran kesehatan bisa mencapai di atas Rp200 triliun, dan untuk Covid saja bisa mencapai hampir Rp150 triliun,” katanya.
Dia menambahkan, realisasi belanja negara pada 2021 mencapai Rp2.786,8, lebih tinggi dari target APBN di angka Rp2.750 triliun. Dari jumlah ini, faktor belanja di bidang kesehatan cukup mendominasi, karena lonjakan kasus Covid-19 varian Delta pada tahun lalu.
Defisit APBN mengalami penurunan
Sri Mulyani mengatakan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia selama ini bekerja cukup keras, namun pemerintah dan lembaga terkait (K/L) terus berupaya membuat kondisinya sehat. Ini terlihat dari defisit di 2021 mengalami penurunan yang cukup signifikan.
“Kalau tahun 2020 mengalami defisit Rp947 triliun atau 6,14 persen dari GDP. Maka, 2021 kita menutup pada level Rp783,7 triliun atau 4,65 persen dari GDP. Semula, defisit tahun 2021 itu menurut UU APBN, ada di Rp1.006 triliun, tapi realisasinya di Rp783,7 triliun atau 17 persen lebih rendah dari yang ditargetkan,” katanya.
APBN dukung perekonomian
Menurut Sri Mulyani, mengungkapkan dukungan APBN telah membantu pemulihan dalam negeri. Hal ini bisa dilihat dari penyertaan modal negara (PMN) di 2021 ditingkatkan cukup banyak untuk BUMN yang neracanya tertekan.
“Kalau BUMN kita itu sehat, maka BRI dan bank-bank Himbara itu cukup lega, karena mereka yang meminjamkan biaya kepada BUMN tersebut,” kata Sri. “Tahun 2022 kita harapkan akan terus membaik.”
Bila neraca BUMN sudah pulih, maka APBN akan dikurangi secara perlahan, dan dialihkan untuk mengatasi berbagai risiko yang terjadi di masa pandemi atau disehatkan kembali.
“Kalau kemarin, 2020-2021, APBN langsung ada di tengah gelanggang,” katanya.