Bos BCA Sebut Dampak Tarif 19% ke Kredit Manufaktur Masih Minim

- Bos BCA menyebut dampak tarif 19% ke kredit manufaktur masih minim
- BCA terus komunikasi dengan nasabah korporasi untuk memahami kebutuhan pelaku usaha
- Menkeu klaim tarif 19% gairahkan sektor padat karya, namun sektor manufaktur masih kontraksi
Jakarta, FORTUNE – Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Hendra Lembong memandang kesepakatan tarif impor produk Indonesia ke Amerika Serikat (AS) menjadi 19 persen belum begitu berdampak terhadap kredit manufaktur bank.
Hal itu disampaikan Hendra di sela-sela konferensi persi paparan kinerja BCA di Jakarta, (30/7). Ia menyebut kondisi kredit manufaktur di BCA masih terlihat stabil dan belum kecenderungan perlambatan ataupun penambahan permintaan kredit dari pelaku usaha.
“Sejauh ini dampaknya ke kredit manufaktur kami lihat minim ya. Tapi kita lihat dan kita tunggu. Bulan Agustus ini sangat kritikal,” kata Hendra.
BCA terus komunikasi dengan nasabah korporasi

Di sisi lain, lanjut Hendra, pihaknya terus melakukan komunikasi secara intens dengan berbagai nasabah korporasi yang melakukan usaha ekspor impor. Sebagai bank, BCA juga berupaya untuk memahami berbagai tantangan dan kebutuhan pelaku usaha sembari menyusun strategi penyaluran kredit.
“Saya sering ketemu banyak nasabah-nasabah BCA yang juga melakukan impor dan ekspor. Ini memang kita akan mengamati perkembangan ini dengan saksama. Dan kita akan lihat apa yang kita bisa bantu untuk membantu nasabah,” jelas Hendra.
Sementara itu, kinerja dari bank dengan kode saham BBCA ini cukup solid dengan membukukan pertumbuhan kredit sebesar 12,9 persen secara tahunan (YoY) menjadi Rp959 triliun per Juni 2025. Kredit korporasi BCA tumbuh 16,1 persen (YoY) mencapai Rp451,8 triliun per Juni 2025. Sementara untuk kredit komersial naik 12,6 persen (YoY) menjadi Rp143,6 triliun.
Menkeu klaim tarif 19% gairahkan sektor padat karya

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim kesepakatan tarif AS diprakirakan bakal menggairahkan kinerja sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur. Di sisi lain, implementasi tarif impor 0 persen atas produk asal AS juga diprakirakan mendorong harga produk migas dan pangan domestik lebih rendah.
Meski demikian, lanjut Sri Mulyani, perkembangan risiko rambatan juga perlu terus dicermati, termasuk kinerja sektor manufaktur yang masih menunjukkan kontraksi di sepanjang triwulan II 2025. Seperti diketahui, PMI Manufaktur RI pada Juni 2025 mencapai 46,9.
“Ke depan, peran swasta sebagai motor pertumbuhan juga akan terus didorong melalui percepatan deregulasi, termasuk peran Danantara dipastikan berjalan optimal. Dengan berbagai perkembangan dan koordinasi strategi kebijakan untuk menciptakan multiplier effect lebih besar,” kata Sri Mulyani.