Belanja Negara Capai Rp3.350 T, APBN 2024 Defisit Rp507,8 T
Pendapatan negara Januari-Desember 2024 naik 2,1 persen.
Fortune Recap
- Defisit lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, belanja negara naik 7,3% year-on-year.
- Pendapatan negara Januari-Desember 2024 naik 2,1%, penerimaan pajak di bawah target.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mengalami defisit Rp507,8 triliun atau setara 2,29 persen dari produk domestik bruto (PDB). Capaian ini terbukti lebih baik dari proyeksi yang pemerintah buat.
“Defisit sebesar Rp507,8 triliun ini sangat impresif karena lebih rendah dari proyeksi laporan semester (lapsem) yang sempat diperkirakan memburuk, selisihnya lebih dari Rp100 triliun. Bahkan, defisit ini juga lebih kecil dibandingkan target awal APBN 2024 sebesar Rp522,8 triliun,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita yang disiarkan secara virtual pada Senin (6/1).
Defisit APBN terjadi karena belanja negara mengalami peningkatan 7,3 persen year-on-year (yoy) mencapai Rp3.350,3 triliun atau 100,8 persen dari target. Defisit ini ditutup melalui pembiayaan anggaran Rp553,2 triliun, dengan keseimbangan primer mengalami defisit Rp19,4 triliun.
Sri Mulyani mengatakan pendapatan negara sepanjang Januari hingga Desember 2024 mencapai Rp2.842,5 triliun, naik 2,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Meski begitu, penerimaan pajak masih menghadapi tekanan sehingga hanya mencapai Rp1.932,4 triliun, sedikit di bawah target Rp1.988,9 triliun. Kendati demikian, angka ini masih menunjukkan pertumbuhan 3,5 persen dibandingkan dengan penerimaan pajak pada 2023 yang mencapai Rp1.867,9 triliun.
“Walaupun penerimaan pajak menghadapi tekanan, capaian ini tetap perlu disyukuri. Kemenkeu mampu memulihkan sumber penerimaan setelah tantangan di semester pertama,” ujarnya.
Faktor pendukung defisit yang lebih terkendali
Pemerintah awalnya memperkirakan defisit APBN 2024 bisa mencapai 2,7 persen dari PDB karena kondisi perekonomian yang berat pada semester pertama 2024. Beberapa faktor seperti dampak El Niño terhadap harga pangan, tingginya harga minyak, serta perlambatan ekonomi di Tiongkok sempat menjadi tantangan besar bagi prospek ekonomi Indonesia.
Namun, sejumlah perbaikan terjadi pada semester kedua, termasuk penurunan harga minyak, peningkatan harga komoditas seperti batu bara dan CPO, serta stimulus fiskal dan moneter dari Tiongkok. Hal ini membuat defisit APBN dapat kembali sesuai dengan desain awal 2,29 persen terhadap PDB.
Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa lonjakan belanja negara, terutama pada semester pertama, disebabkan oleh tambahan pengeluaran untuk melindungi masyarakat dari tekanan ekonomi.
“Meskipun menghadapi tekanan bertubi-tubi, penerimaan pajak masih tumbuh 3,5 persen. Ini adalah capaian yang patut kita syukuri, dan kami akan terus menjaga tren positif ini,” katanya.