Potensi Penerimaan Pajak Rp75 T Lenyap, DJP Bakal Fokus ke Sumber Lain
Kenaikan PPN 12 persen secara umum batal diberlakukan.
Fortune Recap
- Direktorat Jenderal Pajak kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar Rp75 triliun setelah rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen secara umum batal diberlakukan pada 2025.
- Presiden Prabowo Subianto memutuskan bahwa tarif PPN 12 persen hanya akan diterapkan untuk barang-barang mewah, yang selama ini dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
- Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, akan fokus mengoptimalkan sumber penerimaan lain melalui strategi ekstensifikasi dan intensifikasi pajak.
Jakarta, FORTUNE - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar Rp75 triliun setelah rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen secara umum batal diberlakukan pada 2025.
Presiden Prabowo Subianto pada 31 Desember 2024 menegaskan, bahwa tarif PPN 12 Persen hanya akan diberlakukan untuk barang-barang mewah, yang selama ini dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, mengungkapkan bahwa sebagai langkah antisipasi, pihaknya akan fokus mengoptimalkan sumber penerimaan lain melalui strategi ekstensifikasi dan intensifikasi pajak.
"Karena otomatis ada sesuatu yang hilang yang kita tidak dapatkan, ya kita optimalisasi di sisi yang lain. Di antaranya ekstensifikasi dan intensifikasi," kata Suryo dalam konferensi pers di kantor DJP, Jakarta, Kamis (2/1).
Strategi ekstensifikasi akan menjadi prioritas utama pada 2025 untuk menggali potensi pajak dari wajib pajak baru serta sektor yang selama ini belum tergarap secara optimal.
"Ekstensifikasi bagi saya merupakan sesuatu yang harus saya jalankan di tahun 2025," tuturnya.
Perubahan kebijakan PPN
Awalnya, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, perubahan kebijakan dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong stabilitas ekonomi.
Keputusan ini berdampak signifikan pada proyeksi penerimaan negara. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu, sebelumnya mengungkapkan bahwa negara berpotensi mengantongi Rp75 triliun jika PPN 12 persen diterapkan secara menyeluruh.
Namun, dengan kebijakan baru, pendapatan tambahan dari penerapan tarif ini hanya diperkirakan mencapai sebesar Rp3,2 triliun, sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.
"Dengan penerapan kebijakan ini, hanya menambah Rp3,2 triliun pada APBN 2025 dari potensi penerimaan Rp75 triliun apabila kenaikan PPN menjadi 12 persen diberlakukan penuh pada semua barang dan jasa," tulis Dasco melalui akun Instagram pribadinya @sufmi_dasco.
Aturan turunan PPN
Penerapan tarif PPN 12 persen untuk barang-barang mewah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024. Beleid yang diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 31 Desember 2024 tersebut mengatur perlakuan PPN atas impor, penyerahan barang dan jasa kena pajak, serta pemanfaatan barang dan jasa kena pajak dari luar daerah pabean.
Dalam aturan ini, barang-barang mewah dikenakan tarif penuh sebesar 12 persen. Sementara itu, barang atau jasa lainnya, kecuali yang mendapatkan fasilitas bebas PPN, dipungut dengan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12 dari tarif 12 persen.