BI Perpanjang Relaksasi Denda Kartu Kredit Hingga 31 Desember 2023
Gubernur BI ungkap sejumlah upaya dukung ekonomi tumbuh.
Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) mengumumkan perpanjangan relaksasi denda keterlambatan pembayaran kartu kredit maksimum 1 persen dari total tagihan dengan nilai denda tidak melebihi Rp100.000.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan kebijakan kartu kredit ini merupakan bagian dari upaya peningkatan layanan dan efisiensi transaksi sistem pembayaran digital serta perluasan ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD)
Selain relaksasi denda, kebijakan batas minimum pembayaran oleh pemegang KK sebesar 5 persen dari total tagihan juga diperpanjang.
"Perpanjangan kebijakan Kartu Kredit (KK) sampai dengan 31 Desember 2023," ujarnya dalam Konferensi Pers Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (22/6).
Peningkatan layanan dan efisiensi transaksi sistem pembayaran digital serta perluasan ekosistem EKD juga didorong dengan perpanjangan kebijakan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sampai dengan 31 Desember 2023 yang mencakup: (a) tarif SKNBI Rp1 dari Bank Indonesia ke bank dan (b) tarif SKNBI maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah.
Dorongan lainnya dilakukan melalui penyesuaian kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS bagi merchant usaha mikro menjadi 0,3 persen, efektif sejak 1 Juli 2023. Terakhir, memperkuat kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas yang berkoordinasi dengan instansi terkait.
"Bank Indonesia juga memperkuat sinergi dengan kementerian/lembaga terkait untuk menyukseskan Keketuaan ASEAN 2023 khususnya melalui jalur keuangan," katanya.
Stabilitas Rupiah
Peningkatan layanan dan efisiensi transaksi sistem pembayaran digital serta perluasan ekosistem EKD merupakan bagian dari upaya BI memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain upaya tersebut, BI juga terus berupaya memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah melalui tiga cara:
- Pertama, intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
- Kedua, twist operation melalui penjualan SBN di pasar sekunder untuk tenor pendek guna meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing;
- Terakhir optimalisasi TD Valas DHE serta penambahan frekuensi dan tenor lelang TD Valas jangka pendek dengan suku bunga kompetitif.
Selain itu, ada pula upaya untuk meningkatkan stimulus kebijakan makroprudensial melalui penajaman insentif likuiditas kepada bank-bank penyalur kredit/pembiayaan pada sektor-sektor hilirisasi (pertambangan, pertanian, perkebunan, dan perikanan), perumahan, pariwisata, serta meningkatkan inklusi keuangan (UMKM dan KUR) dan ekonomi-keuangan hijau.
Kemudian, BI juga melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga di sektor mineral dan batu bara (minerba), pertanian/pangan, perikanan, dan kelautan