Jaga Iklim, RI butuh Dana Rp4.000 Triliun Untuk Kurangi Emisi
Standard Chartered tekankan pentingnya green economy.
Jakarta, FORTUNE – Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, menyatakan Indonesia membutuhkan dana sekitar Rp4.002 triliun untuk mendukung upaya global dalam mengurangi emisi.
Hal tersebut dia sampaikan pada ajang tahunan World of Wealth (WOW) yang ke-19 yang diselenggarakan oleh Standard Chartered Indonesia (StandChart) yabg bertema “Accelerating to Blue and Green” dan diadakan secara hybrid di Jakarta dan lima kota lainnya secara online.
“Indonesia membutuhkan dana sekitar Rp4.002,44 triliun dalam waktu 10 tahun untuk memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC) pengurangan emisi sebesar 29 persen. Ini harus ditanggung bersama. Kontribusi dari seluruh pihak baik pemerintah, swasta, masyarakat dan dari keseluruhan perekonomian,” kata Suahasil melalui keterangan resmi di Jakarta, Rabu (8/3).
Dalam sambutannya dia juga memaparkan, melewati dua bulan pertama 2023, pihaknya akan terus menjaga kondisi perekonomian dari sisi APBN dan mendorong percepatan ekonomi di seluruh Indonesia.
“Tahun ini akan menjadi momentum tahun pemulihan dengan target pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen dan terkait dengan inflasi meskipun sekarang 5,5 persen tetapi pada saatnya akan menurun 3,6 persen. Ini menjadi suatu kombinasi perekonomian yang akan memperkuat daya tahan Indonesia di tengah kondisi global yang masih akan tetap challenging,” ujar Suahasil.
Standard Chartered tekankan pentingnya green economy
Pentingnya kesadaran masyarakat dalam melakukan investasi pada aspek keberlanjutan menjadi salah satu faktor pemilihan tema “Accelerating to Blue and Green”.
Jeffrey Tan selaku Head of Consumer, Private and Business Banking Standard Chartered Indonesia menyatakan, saat ini sudah banyak anggota masyarakat yang lebih peka terhadap pentingnya green economy. Untuk itu, Standard Chartered bermaksud untuk lebih memperkenalkan aspek blue economy. Apalagi Indonesia memiliki potensi besar dengan 65 persen total luas negara berupa lautan.
Ia menyebut, manfaat dari pengembangan blue economy adalah kelestarian keanekaragaman hayati laut dan ekosistem laut dan pesisir, serta mata pencaharian yang berkelanjutan, utamanya bagi masyarakat pesisir.
“Kesempatan ini memungkinkan kami untuk lebih mempererat hubungan dengan klien kami. Melalui ajang ini, kami berharap untuk menyampaikan infomasi seputar tren pasar dan bisnis terkini yang akan membantu para klien kami melewati masa-masa yang tidak pasti,” kata Jeffrey.
Hadapi tantangan ekonomi, 65% investor dunia aktif mengubah strategi investasi
Selain pembahasan mengenai ekonomi biru dan hijau, salah satu topik pembahasan dalam acara kali ini adalah mengenai legacy planning sebagai bagian dari kegiatan investasi. Merujuk pada laporan Wealth Expectancy Report 2022, 65 persen investor lebih aktif mengelola kekayaan mereka dan mengubah strategi investasinya mengingat tantangan ekonomi saat ini.
Laporan ini merupakan hasil survei terhadap lebih dari 14,000 responden (termasuk sekitar 1.500 investor dari Indonesia) di 14 pasar pertumbuhan di seluruh Asia, Afrika dan Timur Tengah. Di Indonesia, 93 persen respondennya mengaku telah menetapkan tujuan investasi baru selama 18 bulan terakhir, dan hanya 7 persen mengatakan belum melakukan hal tersebut.
Laporan Wealth Expectancy Report ini juga kembali menitikberatkan pentingnya investasi pada aspek keberlanjutan (sustainable investment). Sekitar setengah dari investor yang disurvei memegang beberapa bentuk investasi ESG, dengan 52 persen mengharapkan untuk meningkatkan investasi berkelanjutannya pada 2023.
Menanggapi hal tersebut, Meru Arumdalu, Head of Wealth Management, Standard Chartered Indonesia, menjelaskan Standard Chartered terus berupaya untuk secara konsisten menawarkan lini produk keuangan holistik, berorientasi gaya hidup, dan berpusat pada nasabah.
“Sejalan dengan komitmen dan aspirasi keberlanjutan kami di tingkat global, Standard Chartered kini juga menawarkan serangkaian pilihan produk berprinsip keberlanjutan di portofolio kami,” kata Meru.