FINANCE

Kurang Literasi & ‘Greedy’ jadi Pemicu Maraknya Investasi Bodong

Waspadai investasi bodong, cek selalu bunga imbal hasil.

Kurang Literasi & ‘Greedy’ jadi Pemicu Maraknya Investasi Bodongilustrasi administrasi keuangan (unsplash.com/ Towfiqu barbhuiya)
05 June 2023

Jakarta, FORTUNE - Investasi bodong masih memakan korban di kalangan masyarakat Indonesia. Bahkan, Satgas Waspada Investasi (SWI) mencatat bahwa kerugian investasi bodong dalam kurun waktu 2018 hingga 2022 mencapai Rp123 triliun. Nyatanya, dari sekian banyak korban investasi bodong, ternyata tidak sedikit yang notabenenya berpendidikan tinggi. Dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan latar belakang pendidikan tinggi, bukan jaminan kalau tingkat literasi keuangannya sudah baik. 

Peneliti Senior Core Indonesia, Etikah Karyani Suwondo menilai, kondisi tersebut juga dipicu oleh rendahnya literasi keuangan dan adanya sifat tergiur untuk cepat untung atau biasa disebut greedy. 

Di tengah maraknya investasi bodong dan juga rendahnya tingkat literasi keuangan, serta minimnya pemahaman tentang investasi yang legal menjadi pintu masuk bagi para pemangsa dalam menawarkan investasi bodongnya. Apalagi secara psikologi, banyak korban itu pada dasarnya tidak bisa menahan diri untuk cepat untung (greedy). 

"Masyarakat biasanya terjerat investasi bodong karena ada iming-iming, sifat greedy, dan merasa mampu mengelola risiko," ujar Etikah melaui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (5/6). 

Waspadai investasi bodong, cek selalu bunga imbal hasil keuntungan

Ilustrasi : gagal investasi
Shutterstock/Know How

Untuk itu, masyarakat harus semakin waspada hingga menekan sifat greedy jika menerima tawaran imbal hasil menggiurkan yang tidak masuk akal. Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menerbitkan berbagai aturan untuk memangkas investasi bodong. Industri keuangan pun telah melakukan literasi dan edukasi sejalan. 

Namun, sebagai target investasi bodong, masyarakat juga perlu meningkatkan kewaspadaan, berhati-hati dengan tawaran imbal hasil bunga tinggi, dan tau profil risiko diri. 

Banyaknya masyarakat yang tertipu investasi bodong, kata dia, menandakan bahwa akses masyarakat ke jasa keuangan cukup tinggi (inklusi keuangan tinggi), namun literasi keuangan belum begitu baik dan perlu ditingkatkan. Masyarakat pun harus waspada dengan tawaran bunga yang tinggi, karena semakin tinggi bunga yang ditawarkan maka risikonya pun lebih besar. 

"Karena memang tidak dijamin oleh LPS. Ini banyak terjadi pada Lembaga keuangan seperti Bank Digital yang memberikan return (bunga) tinggi di atas Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) LPS. Artinya, kalau bunga mereka diatas TBP LPS maka itu menjadi tidak dijamin LPS dan itu harus disampaikan kepada para nasabah," ungkap Etikah. 

Untuk itu, masyarakat harus jeli dalam memilih investasi. Terutama dalam memperhatikan logo dari regulator jasa keuangan seperti LPS. Pasalnya, banyak Lembaga Keuangan (LK) yang menggunakan logo dan mengatasanamakan LPS. Padahal, LK tersebut merupakan non bank, sehingga jika terjadi masalah, maka dana simpanan tidak mendapat jaminan dari LPS. 

Kemudian, biasanya LK tersebut memberikan iming-iming keuntungan yang tinggi dalam waktu singkat dan janji “tanpa risiko”. Hal ini sering terjadi di masyarakat terutama pada konsumen yang cenderung memiliki sifat greedy. Lalu, ada juga penyedia investasi yang tidak kredibel. Maka dari itu, pastikan bahwa perusahaan investasi telah terdaftar dan/atau mendapatkan izin dari lembaga yang berwenang seperti OJK. 

"Penyedia investasi ilegal biasanya juga tidak memberikan informasi yang jelas atau menghindari pertanyaan-pertanyaan kritis," tegasnya. 

Pahami instrumen sebelum berinvestasi

investasi publik
ilustrasi investasi publik (unsplash.com/Towfiqu barbhuiya)

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.