Normalisasi Kebijakan GWM Serap Likuiditas Bank Rp119 Triliun
Alat likuid DPK perbankan dinilai tetap tinggi.
Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) menyatakan, normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah telah menyerap likuiditas perbankan. Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, penyesuaian GWM Rupiah sejak 1 Maret 2022 menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp119 triliun.
Meski demikian, BI memastikan penyerapan likuiditas tersebut tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN.
Alat likuid DPK perbankan dinilai tetap tinggi
BI mencatat, pada Mei 2022 rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 30,80 persen dan tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit.
Tak hanya itu, di tengah normalisasi kebijakan, BI juga memberikan insentif GWM bagi bank yang memberikan penyediaan dana untuk kegiatan ekonomi tertentu dan inklusif.
"Insentif GWM Rupiah pada Juni 2022 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, ini menunjukkan dukungan positif kredit dan pembiayaan perbankan kepada sektor prioritas dan inklusif," kata Erwin melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Senin (27/6).
BI telah beli SBN Rp32,54 triliun
Sementara itu, dalam rangka koordinasi fiskal-moneter, BI juga melanjutkan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2022. Hal tersebut dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional.
Di mana hingga 22 Juni 2022 BI telah membeli SBN senilai Rp32,54 triliun. Hal tersebut dilaksanakan melalui mekanisme lelang utama, greenshoe option, dan private placement.
Meski demikian, likuiditas perekonomian juga dinilai tetap longgar, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 18,37 persen (yoy) dan 12,15 persen (yoy).