Jakarta, FORTUNE - Jenama fesyen GU sudah merajai pasar Jepang berkat kualitasnya dan harga yang terjangkau. Namun, sister brand Uniqlo ini belum terlalu dikenal di pasar utama lainnya. Pada 2024, merek fast fashion anak muda ini ingin lebih agresif dan berambisi menguasai pasar AS dan Eropa.
Melansir The Business of Fashion pada Rabu (6/3), perluasan pasar luar negeri adalah bagian dari upaya pendiri Fast Retailing, Tadashi Yanai, untuk menjadi pemain global sejati. GU sangat yakin karena kinerja membaik dan pertama kali melipatgandakan keuntungan tahunan menjadi ¥5 triliun dalam beberapa tahun.
Fast Retailing Co., rumah dari merek Uniqlo, ingin meningkatkan kehadiran label mode lainnya seperti GU untuk memperkuat posisi agar menjadi pengecer global terdepan, serta menargetkan penjualan tahunan sebesar ¥10 triliun atau setara US$66,6 miliar.
"GU memiliki potensi yang sama dengan Uniqlo," kata chief financial officer Takeshi Okazaki.
Dia menambahkan, "Kami dapat menghasilkan toko GU sebanyak toko Uniqlo."
Filosofi kebebasan dan ekspansi
Merek ini, dieja sebagai huruf G dan U, bunyinya sama dengan kata jiyu, atau "kebebasan," dalam bahasa Jepang. GU memang dijual dengan harga sedikit lebih rendah daripada Uniqlo dan pakaian yang ditujukan untuk pasar yang lebih muda
"Kami ingin membuat GU menjadi toko yang penuh dengan produk trendi yang terjangkau dan membuat orang merasa ingin menikmati mode. Dan untuk mencapainya, kita tidak bisa hanya berada di Jepang," kata Okazaki.
Namun, menurut Dairo Murata, analis senior di JPMorgan Securities Japan Co., mengatakan ambisi itu tak mudah dan ada hambatan besar. "Dibandingkan dengan Uniqlo, yang menjual pakaian sehari-hari ultimate kepada kelompok usia yang luas, pasar GU akan terbatas oleh definisi karena menjual mode kepada mereka yang berusia 10 hingga 30 tahun," kata Murata.
Menurutnya, untuk mencapai tujuan menengah mereka mencapai penjualan GU sebesar ¥1 triliun, mereka harus memasuki pasar luar negeri dan tidak akan mudah. Adanya sinergi antara GU dan Uniqlo yang memudahkan pembukaan toko GU dengan memanfaatkan apa yang telah dilakukan Fast Retailing dengan Uniqlo. Perusahaan akan memastikan untuk memenuhi preferensi internasional, sambil berusaha menghindari peningkatan jumlah jenis produk yang mereka jual.
"Jika ini sepuluh tahun yang lalu, kita tidak bisa melakukannya, tetapi informasi dan tren pakaian orang semakin banyak dibagikan secara internasional," kata Okazaki.
Jenama fesyen barat yang sudah mapan, seperti H&M, Zara, dan Gap, juga menjadi hambatan. Hennes & Mauritz AB sudah memiliki lebih dari 2.500 toko di wilayah Nordik dan Eropa serta lebih dari 700 di Amerika Utara dan Selatan melalui berbagai mereknya.
"Fast Retailing perlu memperluas rantai Uniqlo-nya secara global untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan, kami percaya, karena pertumbuhan di Jepang terancam oleh penurunan jumlah penduduk. Label GU milik Fast Retailing, yang fokus pada pakaian kasual berharga rendah, bisa menjadi mesin pertumbuhan kedua," kata analis Catherine Lim dan Trini Tan.
Sejauh ini, upaya untuk berkembang di luar Jepang dan Asia memberikan hasil yang memuaskan, dengan penjualan di AS dan Eropa membantu memberikan keuntungan operasional yang lebih kuat dari yang diproyeksikan dalam kuartal fiskal pertama yang berakhir pada November. Fast Retailing berencana untuk mempercepat pembukaan toko Uniqlo baru menjadi 20 di Amerika Utara dan 10 di Eropa setiap tahun, sesuai dengan laporan tahunan fiskalnya.
"Secara global, tempat-tempat yang memiliki kepemimpinan dalam mode tentu saja Eropa dan Amerika," kata Okazaki.
Uniqlo hanya memiliki sekitar 0,5 persen pangsa pasar di AS dan Eropa, menurut Okazaki. Meskipun penjualan internasional menyumbang lebih dari setengah pendapatan Uniqlo dalam tahun fiskal terakhir, "GU sebagian besar hanya berkembang di dalam negeri. Meskipun populer di Jepang, penjualan tahunan GU hanya sekitar ¥295 miliar, dibandingkan dengan ¥2,33 triliun dari Uniqlo dari lebih dari 2.400 toko di seluruh dunia.