CEO Hermès Tolak Dibandingkan dengan LVMH

Diam-diam LVMH pernah berusaha mengakuisisi Hermès.

CEO Hermès Tolak Dibandingkan dengan LVMH
Hermès San Diego/Dok. Hermès
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - CEO Hermès, Axel Dumas, dengan tegas menolak perusahaannya dibandingkan dengan LVMH, rumah mode mewah asal Prancis milik konglomerat Bernard Arnault. Hermès, seperti LVMH, adalah bagian dari jenama kelas atas industri mewah, tetapi Dumas merasa perbandingan antara keduanya tidak relevan.

“Kami tidak menjual produk yang sama [dengan Louis Vuitton], jadi melampaui ukuran mereka bukanlah tujuan kami. Perbandingan antara kami sangat sedikit,” kata Dumas dalam wawancaranya dengan Financial Times, dikutip Jumat (29/9)/

Meskipun demikian, Hermès dan LVMH berbagi sejarah panjang yang penuh drama, termasuk tawaran akuisisi yang tidak diinginkan dan sengketa hukum. Pada 2010, Bernard Arnault, CEO LVMH, diam-diam meningkatkan kepemilikan sahamnya di Hermès hingga 17 persen. Langkah itu dianggap sebagai ancaman oleh keluarga pendiri Hermès, lantas mereka pun bersatu untuk melindungi kendali atas perusahaan dan menolak ketertarikan LVMH, hingga akhirnya Arnault melepaskan kepemilikannya.

Sementara industri mewah menghadapi tantangan besar pasca-pandemi COVID-19, Hermès berhasil mencatatkan pertumbuhan signifikan. Pada kuartal kedua 2024, Hermès bahkan meraih pertumbuhan pendapatan tertinggi di sektor mewah, menurut laporan Bank of America. 

Saat ini, kapitalisasi pasar Hermès mencapai €228 miliar, dibandingkan dengan €331 miliar milik LVMH. Meskipun demikian, para analis memperkirakan Hermès akan melampaui LVMH pada 2027. Namun, Dumas menegaskan bahwa mengalahkan LVMH bukanlah tujuan perusahaan.

Strategi Hermès mengatasi kelesuan pasar barang mewah

Hermès Birkin/Dok. Hermès

Salah satu rahasia keberhasilan Hermès adalah tetap setia pada produk klasik dan berkualitas tinggi, yang tetap menarik bagi konsumen meskipun pasar sedang lesu. Di Cina, meski lalu lintas di pusat perbelanjaan menurun drastis, permintaan untuk produk mewah yang berkualitas tetap tinggi.

“Jika Anda berjalan-jalan di Shanghai hari ini, menarik untuk dicatat bahwa lalu lintas di pusat perbelanjaan menurun drastis... tetapi ketertarikan pelanggan Tiongkok terhadap kualitas tetap ada, dan ini akan menjadi keuntungan bagi Hermès,” kata Dumas.

Hermès juga mengadopsi strategi berani dengan terus berekspansi di Cina, berencana membuka toko baru di satu kota setiap tahunnya. Perusahaan ini terbukti memiliki model bisnis yang kokoh, didukung oleh produk-produk abadi yang terus diminati di tengah perubahan tren. Beberapa tas yang masih berada di urutan termahal dan dicari para kolektor, yakni The Ombre Birkin, The Metallic Birkin, The Sac Birkin Faubourg, Fuchsia Crocodile Diamond Birkin, dan Shiny Rouge H Birkin.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

WTO Buktikan Uni Eropa Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia
Daftar 10 Saham Blue Chip 2025 Terbaru
Selain Bukalapak, Ini 7 e-Commerce yang Tutup di Indonesia
Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Suspensi Saham RATU Resmi Dicabut, Jadi Top Gainers
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya