Jakarta, FORTUNE - Berbeda dari 2022 yang dijuluki "Tahun NFT Fashion" oleh Vogue, 2023 membawa kebangkrutan, skandal, dan masalah hukum ke industri kripto.
Alhasil, seruan kepada 'Web3' dan 'metaverse' tidak terdengar pada New York Fashion Week pada Februari ini.
Namun, di Milan, London, dan Paris, rumah mode mewah Gucci, Dior, dan Louis Vuitton tetap terlibat dalam dunia kripto — tetapi memilih untuk tidak menggunakan istilah teknis. Demikian laporan Forbes.
Saat kita memasuki musim Spring '24, kita dibiarkan bertanya — apakah kripto masih 'trendi'? Jawaban dari industri fashion ambigu: kata 'kripto' sudah dikenal, tetapi kripto — teknologinya — masih sangat relevan.
Bisa dibilang, kini eranya quiet luxury ke 'quiet technology'. Pada 2021, industri fashion menyambut non-fungible token (NFT – produk khas dari industri blockchain) sebagai barang mewah yang mencolok — pelengkap digital untuk melengkapi katalog fisik.
NFT menyumbang hampir US$50 juta ke laba bersih Gucci, Tiffany’s, dan Dolce & Gabbana hingga sentimen negatif terhadap kripto membawa masuk era baru — 'quiet technology'.
Mode dan kripto hari ini
Jika 'quiet luxury' berkaitan dengan keanggunan sederhana, kualitas, dan kepraktisan — 'quiet technology' berfokus pada proyek-proyek 'tunjukkan bukan kata-kata' dengan nilai dunia nyata untuk dunia fashion.
Memasuki 2024 — 'loud luxury' dari NFT mungkin tidak lagi menjadi berita utama — tetapi investasi dalam pengalaman, autentikasi, dan penggunaan kasus 'digi-physical' siap untuk menjadi buah bibir.
Dior menetapkan preseden pada Juni — merilis sepatu olahraga dengan autentikasi in-sole yang revolusioner yang didukung oleh blockchain — tapi tanpa satu pun referensi ke Web3 atau kripto.
Louis Vuitton dan Gucci dengan cepat menyusul.
Gucci pertama kali — membagikan pertunjukan runway-nya di dunia digitalnya, yang diberi nama 'Ancora', dan Louis Vuitton kemudian, meluncurkan server discord — 'Via' — untuk memungkinkan komunitas dan koneksi antara pemilik NFT pada September.