Jakarta, FORTUNE - Grup Barang Mewah terbesar di dunia Louis Vuitton Moet Hennessy (LVMH) merilis laporan keuangannya pada Kamis, 25 Januari 2024. Perusahaan milik miliarder Bernard Arnault itu mencatat rekor kinerja keuangan berkat penjualan sepanjang 2023. Prestasi tersebut menjadi sorotan di tengah industri barang mewah yang melambat menjelang akhir tahun lalu dan penurunan penjualan minuman beralkohol.
Tercatat penjualan LMVH naik 9 persen pada 2023 menjadi 86,2 miliar euro (US$ 94 miliar). Nilai penjualan itu setara Rp1.478,4 triliun. Adapun laba bersih naik 8 persen menjadi 15,2 miliar euro atau sekitar Rp260,65 triliun. Dari sisi penjualan ataupun laba mencatat rekor tertinggi.
“Kinerja kami pada tahun 2023 menggambarkan daya tarik luar biasa dari Maisons kami dan kemampuan mereka untuk memicu hasrat, meskipun tahun ini dipengaruhi oleh tantangan ekonomi dan geopolitik,” ujar CEO LVMH, Bernard Arnault, menutip Fortune.com, Senin (29/1).
Melihat kinerja ini Arnault juga mengatakan perusahaan memasuki tahun 2024 dengan percaya diri. Nada optimistis membuat saham LVMH naik terbesar dalam hampir dua tahun, sementara saham perusahaan mewah lainnya juga naik mengikuti pendapatan tersebut, termasuk pemilik Gucci, Kering. LMVH juga optimistis pada merek mewah lainnya, termasuk Dior, Louis Vuitton, Sephora, dan Tiffany & Co.
Kinerja saham LMVH meningkat
LVMH memiliki portofolio yang beragam mulai dari fesyen dan kecantikan hingga minuman beralkohol dan hotel. Segmen fesyen dan barang-barang kulit yang penting mengalami peningkatan penjualan yang kuat sebesar 9 persen pada kuartal terakhir.
Sementara itu, merek jam tangan, perhiasan, kecantikan, dan wewangian juga berkembang pesat. Sephora, khususnya, memberikan “kinerja luar biasa” sepanjang tahun 2023.
Beberapa bulan yang lalu, raksasa mode yang berbasis di Paris ini terkejut dengan pertumbuhan pendapatan yang lebih lambat pada kuartal ketiga, yang menandakan potensi perubahan dalam industri ini. Hal ini terjadi setelah barang mewah mendapat peningkatan signifikan dari tabungan konsumen terkait pandemi.
“Saham meningkat dua kali lipat antara Maret 2020 dan Maret 2021 dan tiga kali lipat ke level tertinggi pada April 2023, menjadikan perusahaan ini sebagai pemenang pandemi sesungguhnya dengan perolehan pangsa pasar yang sangat signifikan dan meningkatkan profitabilitas lebih dari sepertiganya,” kata Flavio Cereda, salah satu manajer, strategi investasi merek-merek mewah perusahaan manajemen aset GAM kepada Fortune.
Mengutip CNBC, saham produsen barang mewah LVMH pada Jumat (26/1) melonjak 13 persen seiring peningkatan penjualan kuartal IV yang menandakan dorongan untuk sektor barang mewah.
Meskipun proyeksi LVMH pada kuartal keempat dan tahun 2024 memberikan harapan bahwa kondisi barang mewah tidak akan suram pada tahun ini, hal ini juga menunjukkan beberapa permasalahan yang masih harus dihadapi oleh industri ini.
Menunggu pulihnya pasar Cina
Aktivitas belanja konsumen Cina di toko Louis Vuitton di Eropa saat ini mencapai 70 persen dari tingkat sebelum pandemi, demikian diungkapkan oleh CFO LVMH, Jean-Jacques Guiony. Hal ini menandakan tingginya permintaan atas barang mewah dari negara-negara Asia.
Namun, pemulihan pasar di Cina mungkin memerlukan waktu lebih lama mengingat dampak yang berkelanjutan dari dampak pandemi di negara tersebut. Jelena Sokolova, seorang analis ekuitas senior di bidang konsumen dan barang mewah di Morningstar, menyampaikan pandangannya kepada Fortune.
"Wisatawan Cina mulai kembali ke Eropa, namun, kelompok pembeli yang lebih besar belum sepenuhnya pulih," katanya.
Dia menambahkan, saat ini mereka melihat peningkatan dari wisatawan individu, tetapi kelompok pembeli yang sebelumnya merupakan yang terbesar masih belum muncul sepenuhnya.
"Ini dapat diatasi oleh simpanan visa dan ketidakpastian dalam pasar real estate diCina yang menjadi prioritas utama bagi mereka. Warga Cina telah menghabiskan sebagian besar tabungan mereka, dan ini juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan."
"Pembeli Cina, meskipun memiliki tabungan dari periode pandemi seperti yang dimiliki oleh orang Barat, menjadi lebih hati-hati dalam belanja mengingat ketidakpastian ekonomi," tambahnya.
Selain itu, terdapat kesenjangan yang semakin besar antara perusahaan seperti LVMH dan Richemont dengan pesaing mereka yang menawarkan barang mewah dalam kisaran harga lebih rendah, seperti Burberry, yang melayani konsumen aspirasional.
Dalam percakapan dengan para analis, Arnault menegaskan bahwa "produk kelas atas adalah yang paling diminati di dunia." Sokolova menyoroti bahwa eksposur terhadap konsumen kaya, yang lebih stabil secara ekonomi, menjadi kunci untuk meningkatkan penjualan merek seperti Cartier dan Van Cleef & Arpels milik Richemont, atau pembuat tas Birkin, Hermès. Sementara itu, merek-merek entry-level mungkin menghadapi tantangan yang lebih besar dalam proses pemulihan.