Jakarta, FORTUNE - Gulungan gelombang pandemi tidak menekan minat pembeli rumah mewah. Sepanjang 2021, permintaan terhadap real estat luks tetap tinggi secara global.
Demikian riset State of Luxury Real Estate (SOLRE) 2022 dari Luxury Portfolio International (LPI), jaringan perantara properti residensial mentereng ternama dunia. Sebagai informasi, studi LPI melibatkan 1–5 persen individu berpendapatan teratas di 20 negara.
Dominasi tren kenaikan pembelian rumah global bermula sejak kuartal ketiga 2020. Kenaikan permintaan diikuti oleh kenaikan harga properti residensial kelas atas—dan akan terus berlangsung hingga tahun depan.
“Permintaan akan tetap kuat dan kondisi normal baru di pasar real estate mewah akan mulai berlaku pada 2022,” ujar Presiden LPI, Mickey Alam Khan, dilansir dari Global News Wire, Kamis (2/12). “Kami mengantisipasi keseimbangan akan kembali ke pasar.”
Yang menjadi pertanyaan, apa yang membuat permintaan properti residensial mewah tetap terjaga? Lalu, menurut konsumen, unsur apa yang wajib ada dalam rumah mewah?
Faktor Penjaga Permintaan Rumah Mewah Global
Berdasar studi LPI, pasokan yang lebih rendah dari minat konsumen telah menjaga tingkat permintaan terhadap rumah mewah di dunia. Ditambah dengan peningkatan jumlah penjual real estate mewah di ranah internasional.
Satu lagi, rasa cemas tertinggal dari yang lain (fear of missing out/FOMO) juga mendorong para konsumen tetap membeli rumah mewah selama pagebluk. Tumpukan berita mengenai panasnya pasar barang mewah berandil besar dalam menumbuhkan FOMO di kalangan konsumen kelas premium.
Terlebih, mayoritas (74 persen) konsumen yakin dengan kondisi ekonominya selama pagebluk. Bahkan, 75 persen merasa khawatir daya beli diskresi mereka akan dipengaruhi oleh tingginya permintaan dalam waktu dekat.
Unsur Keberlanjutan Membuat Rumah Mewah Unggul
66 persen dari responden LPI menganggap, unsur keberlanjutan merupakan pembeda utama rumah mewah dengan residensial segmen lain. Para pembeli pun rela merogoh kocek lebih dalam demi memiliki fasilitas dan fitur rumah yang ramah lingkungan.
Buktinya, 75 persen responden mempertimbangkan unsur keberlanjutan ketika akan membeli rumah. 90 persen juga menyetujui akan mulai memperhitungkan aspek ramah lingkungan dari sebuah properti residensial. Lebih lanjut, 71 persen dari orang-orang itu mengaku akan menjadikan rumah dimaksud sebagai warisan.
Pemulihan Pembelian Properti Residensial di Indonesia
Di Indonesia, pemulihan permintaan properti residensial juga mulai terjadi pada akhir 2020, walau tidak signifikan. Itu tercermin dalam Survei Harga Pasar Residensial (SHPR) Bank Indonesia yang menyebut bahwa penjualan properti hunian tumbuh 7,87 persen ketimbang kuartal sebelumnya.
Summarecon Agung (SMRA) mengalami sendiri membaiknya permintaan terhadap segmen residensial pada triwulan ketiga 2020, tepat saat perseroan menggelar peluncuran perdana Summarecon Bogor. Dalam dua hari, 555 unit berhasil terjual. Klaster The Mahogany Residence laris 317 unit, The Agathis Golf Residence 159 unit, dan kavling The Mahogany Islan terjual 79 unit.
PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) juga mencatatkan lonjakan permintaan segmen residensial hingga 44 persen pada akhir September 2021. Akhirnya segmen itu menyumbang Rp4,2 triliun dari total prapenjualan perseroan.
“Penjualan rumah tapak di kawasan BSD City masih mendominasi angka prapenjualan. Pencapaian positif ini patut diapresiasi karena masih berlangsung di masa pemulihan pandemi,” ujar Direktur BSDE, Hermawan Wijaya, dalam keterangan tertulisnya kepada Fortune Indonesia (19/10).
Unit usaha Sinar Mas Land itu mengamankan prapenjualan senilai Rp6,1 triliun pada 9 bulan awal 2021—setara dengan 87 persen dari target. Pencapaian itu tumbuh 29 persen ketimbang periode serupa tahun lalu yang hanya Rp4,7 triliun.