Mengapa Selandia Baru Jadi Tempat Pelarian Bagi Miliarder AS
Selandia Baru dinilai menjadi tempat teraman di dunia.
Jakarta, FORTUNE - Peradaban dunia modern disebut-sebut tengah menghadapi ancaman bencana global. Pandemi, resesi ekonomi, krisis iklim, dan pelbagai gangguan bencana lain dikhawatirkan dapat mengancam eksistensi manusia.
Pandemi Covid-19, misalnya. Sejak mewabah pada 2020, pagebluk yang bermua di Wuhan, Tiongkok, itu telah merugikan banyak orang. Wabah yang diakibatkan oleh virus SARS-Cov-2 itu setidaknya telah merenggut 4,67 juta jiwa di seantero Bumi, menurut data Worldometer per Kamis (16/9).
Di tengah ancaman pandemi Covid-19, masyarakat di pelbagai belahan dunia juga menghadapi bencana lain: krisis iklim akibat pemanasan global, efek rumah kaca, dan sebagainya. Baru-baru ini, misalnya, Amerika Serikat (AS) dilanda oleh banjir bandang akibat badai Ida. Pada Agustus lalu, banjir juga menerjang provinsi Henan, Tiongkok, dan menewaskan ratusan orang.
Ancaman krisis iklim sepertinya tak dapat dielakkan. Bank Dunia dalam Laporan Groundswell September 2021 memperingatkan bahwa peristiwa perubahan iklim dapat menjadi pendorong migrasi besar manusia: 216 orang juta orang di enam wilayah dunia akan terpaksa pindah negara pada 2050. Menurut Bank Dunia, titik panas migrasi iklim dapat muncul pada awal 2030 dan berlanjut menyebar hingga 2050.
Jika pelbagai risiko bencana global terutama krisis iklim yang disebutkan itu terjadi, di mana tempat terbaik untuk mengungsi? Selandia Baru kerap disebut-sebut sebagai lokasi yang bisa diandalkan.
Bunker Selandia Baru
Para orang kaya dunia, terutama dari kawasanSilicon Valley, Amerika Serikat, konon “telah menyiapkan diri” akan bahaya bencana global yang mengancam peradaban manusia.
Pada 2017, sebuah artikel berjudul “Persiapan Kiamat Untuk Orang Kaya” terbitan The New Yorker menyebut para miliarder Silicon Valley telah membeli rumah di Selandia Baru. Rumah yang dibeli untuk persiapan kiamat pun “tak biasa”: lebih cocok disebut bunker karena berada di bawah tanah.
Reid Hoffman, salah satu pendiri LinkedIn dan investor terkemuka bercerita kepada The New Yorker, bahwa Selandia Baru diyakini sebagai tempat perlindungan yang aman jika terjadi bencana. Reid bahkan berkelakar membeli bunker di negara tersebut seperti memperoleh “asuransi kiamat”.
“Saya kira lebih dari lima puluh persen,” kata Reid saat ditanya mengenai berapa persen bagian dari miliarder Silicon Valley yang telah membeli bunker asuransi kiamat. “Tapi itu paralel dengan keputusan membeli rumah untuk liburan.”
Larry Page, Co-founder Google dan salah seorang terkaya dunia, juga disebut-sebut telah membeli sebuah tempat tinggal di Selandia Baru. Ia bahkan dilaporkan sudah memiliki izin tinggal di Negeri Kiwi tersebut. Meski, melansir Deutsche Welle (DW), tindakan Larry Page itu bisa jadi tidak ada hubungannya dengan upaya bertahan hidup saat kiamat.
Survei: Selandia Baru Tempat Terbaik Untuk Berlindung
Lantas, mengapa Selandia Baru, negara yang jumlah dombanya melebihi berkali-kali lipat jumlah penduduk, menjadi pilihan bagi orang-orang kaya AS untuk “mendapatkan” asuransi anti kiamat?
Mengutip The Guardian, sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Sustainability menempatkan Selandia Baru sebagai tempat paling pas untuk bertahan hidup dari keruntuhan masyarakat dunia. Studi ini juga menempatkan sejumlah negara lain, di antaranya Islandia, Inggris, Tasmania, dan Irlandia.
Studi tersebut memiliki sejumlah indikator dalam menentukan negara pilihan. Beberapa di antaranya, kemampuan negara terkait menanam makanan bagi penduduk mereka, melindungi perbatasan dari migrasi massal yang tidak diinginkan, dan fasilitas jaringan listrik serta kemampuan industri manufaktur. Studi ini menyebut, negara-negara dengan daerah beriklim sedang dan kepadatan penduduk rendah berada pada urutan teratas.
“Kami tidak terkejut Selandia Baru ada di daftar kami,” kata Aled Jones, professor dari the Global Sustainability Institute, Anglia Ruskin University, Inggris. Menurut Jones, Selandia Baru memiliki potensi besar untuk bertahan hidup dengan “relatif tanpa cedera” berkat energi panas bumi hidroelektrik, lahan pertanian melimpah, dan kepadatan manusia rendah.
Jones menambahkan, pemerintah Selandia Baru juga responsif dalam menangani bencana seperti pagebluk akibat virus corona saat ini. Negara dengan jumlah penduduk 4,9 juta orang ini tercatat hanya memiliki 3.999 pengidap Covid-19 yang 27 di antaranya meninggal dunia.
Auckland, salah satu kota metropolitan di Selandia Baru, bahkan disematkan dalam peringkat teratas sebagai kota paling layak huni pada 2021, versi The Economist Intelligence Unit. Selain Auckland, kota-kota lain yang menempati peringkat lima teratas, antara lain Osaka, Adelaide, Tokyo, dan Wellington.
Auckland berhasil memperoleh peringkat teratas terutama akibat kebijakan pengendalian pandemi Covid-19. Tak hanya itu, negara ini juga mendapat penilaian kuat karena sejumlah aspek, seperti pendidikan, kebudayaan, dan lingkungan.