Jakarta, FORTUNE - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat jumlah Investor Kripto di Tanah Air mencapai 20,16 juta orang, per April 2024.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, Tirta Karma Sanjaya, mengatakan bahwa jumlah ini menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Oleh karena itu, kenyamanan dan keamanan masyarakat dalam bertransaksi harus menjadi perhatian.
“Regulator yang mengatur industri kripto memiliki misi yang sama, yaitu agar masyarakat dapat bertransaksi kripto dengan aman dan nyaman. Seperti di Bappebti yang juga dilengkapi dengan Komite Aset Kripto,” ujarnya dalam acara Reku Finance Flash, Selasa (28/5). “Bappebti terus mengimbau masyarakat untuk berinvestasi pada platform yang terdaftar di Bappebti supaya bisa mendapatkan perlindungan yang sesuai,”
Adapun, nilai transaksi kripto di Indonesia pada periode Januari-April 2024 mencapai Rp211 triliun. Pencapaian ini meningkat secara signifikan, mengingat di sepanjang 2023 (dalam setahun) hanya tercatat Rp149 triliun.
Riset mandiri
Menurutnya, para investor juga harus melakukan riset secara mandiri dan memastikan menggunakan uang dingin untuk melakukan transaksi kripto. “Tetap utamakan riset sebelum mengambil keputusan. Terutama saat kondisi pasar kripto berada pada potensi reli,” katanya.
Bappebti yang juga tergabung dalam Komite Aset Kripto–bersama kementerian dan lembaga terkait, bursa aset kripto, asosiasi, praktisi, dan lembaga kliring aset kripto–berperan sebagai salah satu motor penggerak untuk memastikan roda industri aset kripto berjalan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Tantangan
Chief Compliance Officer (CCO) Reku yang juga menjabat Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kripto Indonesia (Aspakrindo), Robby, menuturkan literasi tentang inklusivitas aset kripto memang masih jadi tantangan besar nagi industri.
Berdasarkan riset yang dilakukan Reku pada 300 responden di Jawa-Bali soal alasan belum berinvestasi kripto, sebanyak 44 persen mengatakan alasan utama mereka adalah tingginya risiko.
Alasan terbanyak ini diikuti oleh alasan lain, seperti tidak memahami fundamental (40 persen), tidak familiar dengan aset kripto (35 persen), banyaknya isu negatif (34 persen), dan fluktuasi harga yang tajam (31 persen).
“Ini menunjukkan aset kripto masih dianggap sebagai instrumen yang hanya cocok untuk investor dengan profil risiko yang tinggi. Padahal, setiap aset kripto memiliki karakteristiknya masing-masing,” kata Robby.