Jakarta, FORTUNE - Resesi global menjadi salah satu risiko utama untuk diantisipasi pada 2023 karena dapat mempengaruhi kondisi perdagangan Indonesia dan fluktuasi rupiah. BRI Danareksa Sekuritas menilai, kebijakan moneter dan fiskal dapat mendukung kondisi ekonomi untuk tetap tumbuh, sehigga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi dapat mencapai 8.040.
Head of Equity Research BRI Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto mengatakan, target itu bisa dicapai melalui dua metodologi (pendekatan). Pendekatan pertama, top-down.
Pada tahun ini, analis merevisi laba bersih emiten. Hal ini meningkatkan earning per share (EPS) IHSG secara keseluruhan. Namun, turunnya kontribusi saham PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang berbobot besar ikut menyeret IHSG secara keseluruhan ke bawah level rata-rata.
"Pada tahun 2023, kami memperkirakan pertumbuhan laba emiten 3,6 persen dengan valuasi pasar kembali ke tingkat rata-rata 15,4 kali. Berdasarkan pendekatan top-down, kami menargetkan IHSG mencapai 7.860 pada akhir tahun 2023," tulis Helmy dalam riset.
Sementara pada skenario kasus terbaik dalam target indeks top-down, pertumbuhan laba yang lebih solid, terutama datang dari ekspansi margin, penguatan nilai tukar rupiah serta pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Di bawah skenario ini, diperkirakan pertumbuhan laba emiten akan lebih menguat di 7 persen dengan asumsi IHSG kembali ke level rata-rata, maka IHSG bisa mencapai level 8.100.
Pendekatan bottom up
Pada pendekatan ini, BRI Danareksa menggunakan potensi kenaikan (up side) rata-rata tertimbang untuk target harga dari emiten yang berada pada cakupan analis. Pendekatan ini menunjukkan terdapat potensi kenaikan keseluruhan 21,3 persen dari level IHSG saat ini menjadi di kisaran level 8.300.
Sektor-sektor yang menyumbang terhadap kenaikan IHSG di antaranya telekomunikasi, teknologi, dan perbankan digital. Di sektor teknologi, aksi jual GOTO belum lama ini pasca akhir periode lock-up telah mengurangi sentimen dan valuasi secara keseluruhan. Di sisi lain, sektor rokok merupakan satu-satunya sektor dengan ekspektasi pengembalian negatif pada tahun depan seiring dengan kenaikan tarif cukai 10 persen.
"Kedua pendekatan tersebut mengarah pada target indeks 2023 kami sebesar 8.040 dengan bobot lebih besar 60 persen pada pendekatan top-down dan 40 persen pada pendekatan bottom-up. Target ini memiliki potensi upside 16 persen dari target IHSG 2022," ujarnya.
Outlook 2023
Secara keseluruhan, Helmy mengatakan 2023 merupakan tahun penuh tantangan dan peluang. Indonesia adalah salah satu pasar dengan kinerja terbaik pada 2022, hal itu diyakini mencerminkan pencapaian makro yang solid, yang menghasilkan laba perusahaan yang lebih solid.
Tahun depan diramal akan memiliki tantangan yang berbeda dibandingkan tahun 2022 terutama dari risiko makro global, konflik geopolitik yang berkepanjangan, suku bunga yang tinggi, volatilitas Rupiah yang tinggi serta pertumbuhan ekonomi yang melambat.
"Terlepas dari latar belakang tersebut, peluang masih ada terutama karena kebijakan fiskal dan moneter integral dapat mengarah pada stabilitas makro yang lebih baik seperti yang telah dibuktikan sebelumnya," katanya.
Tingkat pengeluaran (spending) selama masa pemilu dan kenaikan minimum upah adalah kunci untuk percepatan pertumbuhan konsumsi, sekaligus merupakan komponen terbesar PDB Indonesia.