Jakarta, FORTUNE - Emiten perkebunan, PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) membukukan laba bersih sebesar Rp842 miliar sepanjang. Angka ini terkoreksi 30,2 persen seiring melemahnya permintaan atau Ekspor Kayu di pasar ekspor dan kenaikan beban imbas naiknya Harga Pupuk dunia.
Mengutip laporan keuangan perusahaan, pada 2023 DSNG mencatatkan pendapatan Rp 9,5 triliun, di mana segmen bisnis kelapa Sawit masih menjadi kontributor utama pendapatan Perseroan sebesar 88 persen atau Rp8,4 triliun, tumbuh 3 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan tahun lalu Rp8,1 triliun.
Untuk segmen produk kayu, kelesuan pasar global yang dirasakan sejak akhir tahun 2022 masih menjadi tantangan terbesar Perseroan di sepanjang tahun lalu. Segmen produk kayu berkontribusi terhadap pendapatan Perseroan sebesar 12 persen ini turun 29 persen menjadi senilai Rp 1,1 triliun, dari tahun sebelumnya sebesar Rp 1,5 triliun.
Menurunnya permintaan di negara-negara tujuan ekspor Perseroan, seperti Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Jepang, terus berlanjut sepanjang 2023 sejalan dengan suku bunga yang tinggi dalam jangka waktu yang lama, sehingga berdampak negatif pada pasar properti.
Volume penjualan produk panel dan flooring DSNG mengalami penurunan masing-masing sebesar 14 dan 34 persen (YoY), meskipun volume penjualan per kuartal sepanjang tahun 2023 masih mengalami peningkatan dari kuartal ke kuartal.
ASP produk panel turun 17,5 persen (YoY) sedangkan ASP produk flooring masih meningkat 1,3 persen (YoY).
“Dengan kondisi pasar produk kayu tahun lalu, Perseroan mendorong agar kinerja finansial produk kayu tetap positif di tengan situasi pasar yang menantang. DSNG berpeluang mangambil alih pasar yang ditinggalkan oleh pemain industri kayu yang sempat mengehentikan produksinya pada tahun lalu," kata Presiden Direktur DSNG, Andrianto Oetomo dalam keterangannya dikutip Kamis (29/2).
Tekanan harga pupuk
Secara bottom line, laba Perseroan terkoreksi 30 persen (YoY) menjadi Rp841 miliar dibandingkan laba tahun sebelumnya senilai Rp 1,2 triliun. Perseroan juga mencatatkan EBITDA sebesar Rp 2,4 triliun pada tahun buku 2023.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya beban pokok penjualan akibat meningkatnya harga pupuk untuk segmen kelapa sawit dan menurunnya volume penjualan serta harga rata-rata penjualan segmen kayu.
“Tahun 2023 beban pokok penjualan naik sekitar Rp 455 miliar, atau meningkat 7 persen dibandingkan 2022 yang disebabkan naiknya harga pupuk. Akibatnya, laba Perseroan terkoreksi cukup signifikan, walaupun volume penjualan dan harga rata-rata penjualan CPO (Average Selling Price/ASP) meningkat masing-masing 4 dan 1,9 persen YoY," kata Andrianto.
Kendati demikian, jumlah aset Perseroan mengalami kenaikan sebesar 5 persen YoY senilai Rp 16 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp15 triliun didiorong oleh meningkatnya aset tetap, seperti selesainya pembangunan fasilitas BioCNG tahap kedua, serta 10 tangki penampung CPO tambahan dengan total kapasitas mencapai 29 ribu ton.
Di sisi lain, liabilitas meningkat 1,3 persen (YoY) senilai Rp 7 triliun dan ekuitas meningkat 9 pesren (YoY) senilai Rp 9 triliun, yang mengindikasikan pertumbuhan aset masih didorong oleh posisikeuangan Perseroan yang sehat.