Jakarta, FORTUNE - Perusahaan barang konsumsi, Unilever Plc berencana melakukan pemishan bisnis (spin off) unit es krim yang terkenal dengan beberapa mereknya seperti Magnum dan Ben & Jerry's. Upaya ini diperkirakan akan menyebabkan pengurangan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) 7.500 karyawan sebagai salah satu siasat menekan biaya.
Namun, rencana tersebut justru direspons positif oleh investor, sehingga menyebabkan saham Unilever naik hampir 6 persen. Perusahaan yang terdaftar dan diperdagangkan di Bursa Efek London itu mengatakan, Spin-Off ini akan segera dilakukan dan diharapkan selesai pada akhir 2025.
Dilansir dari Reuters, CEO Unilever, Hein Schumacher mengatakan, bisnis es krim itu dalam proses perpindahan dan terpisah dari kantor pusat di Amsterdam. Namun, ia "terbuka terhadap pilihan" mengenai di mana bisnis tersebut dapat didaftarkan.
Rencana tersebut disambut baik oleh aktivis investor dan anggota dewan dana Nelson Peltz dan pemegang saham Unilever Aviva.
Unilever mengatakan, aksi korporasi ini diharapkan mampu menghasilkan pertumbuhan penjualan dasar sebesar satu digit dan sedikit peningkatan margin pasca-pemisahan. Bisnis es krim saat ini menyumbang sekitar 16 persen terhadap penjualan global Unilever, dan di beberapa negara menyumbang sepertiga atau sekitar 40 persen.
Pengurangan beban dan karyawan
Unilever Plc juga melakukan program penghematan biaya sekitar 800 juta euro (US$869 juta) dalam tiga tahun ke depan. Perubahan yang diusulkan akan berdampak pada sekitar 7.500 pekerjaan secara global, sebagian besar berbasis kantor, dengan total biaya restrukturisasi diperkirakan sekitar 1,2 persen dari total omzet selama periode tersebut.
PHK ini akan berdampak pada sekitar 5,9 persen karyawan Unilever yang berjumlah sekitar 128.000 orang. “Kami mencari di seluruh organisasi, jadi di kantor pusat kami, pusat perusahaan, serta di titik koordinasi kelompok bisnis, serta di unit bisnis di negara-negara lain,” kata Schumacher tanpa merinci wilayah mana yang akan terkena dampak paling parah akibat PHK.
Langkah ini merupakan pernyataan besar dari Schumacher, yang ditunjuk sebagai CEO pada Juli lalu dan menyusun rencana bisnis untuk mendapatkan kembali kepercayaan investor dan menyederhanakan bisnis Unilever setelah mencatat kinerja buruk dalam beberapa tahun terakhir.
CEO sebelumnya, Alan Jope, dikritik karena membiarkan portofolio merek grup tersebut tumbuh hingga sekitar 400, membuat manajemen teralihkan dari yang semula berkinerja baik.
Volatilitas bisnis
Penurunan kinerja Unilever menarik perhatian investor aktivis miliarder Peltz, yang duduk di kursi dewan direksi Unilever pada 2022 melalui sarana investasi Trian miliknya.
“Nelson Peltz berharap dapat terus bekerja sama dengan anggota Dewan Unilever lainnya seiring inisiatif yang perusahaan lakukan untuk meningkatkan nilai jangka panjang bagi pemangku kepentingan,” kata Trian dalam sebuah pernyataan.
Saham Unilever melonjak hampir 6 persen pada awal perdagangan Selasa (19/3) dan naik 3 persen pada 11.00 GMT. Adapun, dalam setahun terakhir sahamnya turun 5,8 persen.
“(Es krim) merupakan bisnis yang bergejolak dan juga bersifat dilutif dari sudut pandang margin, jadi menurut kami secara strategis hal ini masuk akal,” kata Richard Saldanha, manajer portofolio di Aviva, yang merupakan pemegang saham terbesar ke-17 Unilever dengan kepemilikan 0,5 persen.
Pada Oktober lalu, Schumacher mengatakan perusahaannya akan fokus pada 30 merek utama yang menyumbang 70 persen dari penjualannya, berupaya meningkatkan margin kotor dengan tidak melakukan akuisisi besar atau transformasional.
Schumacher mengatakan kepada Reuters bulan lalu bahwa dia tidak menampik adanya perampingan tenaga kerja Unilever.
“Kami punya agenda besar,” kata Schumacher. "Ini akan menjadi periode yang sangat sibuk selama sekitar 18 bulan ke depan."