Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Bullish Dalam 2 Tahun Terakhir

Harga minyak berjangka WTI melonjak 11 persen.

Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Bullish Dalam 2 Tahun Terakhir
ilustrasi kilang minyak (unsplash.com/Robin Sommer)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Harga minyak berjangka naik terbesar dalam 2 tahun terakhir
  • Pedagang khawatir akan risiko lonjakan harga yang besar, mencari perlindungan
  • Kekhawatiran Israel serang fasilitas minyak Iran, Biden cegah langkah tersebut

Jakarta, FORTUNE - Harga Minyak berjangka mencatatkan kenaikan terbesar dalam dua tahun terakhir, pada  minggu lalu. Kenaikan ini bahkan lebih besar dibandingkan perkiraan pasar.

Dilansir dari Fortune.com, pedagang yang khawatir akan risiko lonjakan harga yang besar, skew call pembelian minyak berjangka West Texas Intermediate bulan kedua melonjak ke level tertinggi sejak Maret 2022—ketika invasi Rusia ke Ukraina memicu kekhawatiran bahwa jutaan barel minyak per hari dari salah satu produsen utama dunia tiba-tiba menghilang dari pasar.

Di tengah situasi  yang mengejutkan, para hedge fund, penasihat perdagangan komoditas, dan pengelola uang lainnya berlomba-lomba untuk membalikkan posisi yang pada pertengahan September menjadi bearish.

Pasalnya, kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan di tempat lain akan menekan permintaan, tepat ketika para produsen OPEC+ bersiap untuk meningkatkan pasokan. Dua pekan lalu, volume mencapai puncaknya, para pedagang membayar opsi bearish saat harga berjangka merosot mendekati US$70 per barel.

Namun, eskalasi di Timur Tengah telah mengubah segalanya. Beberapa pedagang keluar dari call yang sebelumnya mereka jual, sebagian besar kini mencari perlindungan untuk menghadapi lonjakan harga.

“Kami telah melihat tawaran yang cukup besar dalam volatilitas dan peningkatan permintaan untuk eksposur kenaikan harga minyak,” kata Anurag Maheshwari, kepala opsi minyak di Optiver. Volatilitas telah melampaui titik tertinggi sejak Oktober tahun lalu, “yang tampaknya wajar mengingat eskalasi ini berpotensi lebih berdampak pada pasokan minyak.

Minggu lalu, para pedagang memborong opsi call Desember minyak mentah Brent untuk bertaruh harga minyak akan mencapai US$100 atau lebih tinggi, dengan volume call agregat mencapai rekor pada hari Rabu. Harga berjangka WTI melonjak 11 persen di tengah kekhawatiran Israel mungkin menyerang fasilitas minyak sebagai balasan atas serangan rudal Iran, yang meningkatkan kekhawatiran akan gangguan pasokan Timur Tengah

Kekhawatiran sedikit mereda pada Jumat lalu, seiring langkah Presiden AS Joe Biden berusaha untuk mencegah langkah tersebut. 

Manager keuangan memproyeksikan net long position minyak mentah Brent melonjak lebih dari 20.000 kontrak dalam seminggu hingga 1 Oktober, menurut data ICE Futures Europe, memperpanjang pergeseran bullish yang dimulai setelah Tiongkok mengumumkan paket stimulus besar-besaran untuk memperkuat ekonominya.

"Pedagang opsi telah menyerah pada gagasan reli, meninggalkan volatilitas tersirat dalam opsi beli minyak mendekati level terendah selama beberapa tahun," kata Carley Garner, Ahli Strategi Senior dan Pendiri di DeCarley Trading. "Intinya, pasar tidak siap untuk kejutan itu, dan kita melihat FOMO sekarang karena harga akhirnya bergerak mendukung bulls."

Volatilitas

Selain harga minyak mentah secara langsung, pedagang juga memborong taruhan pada struktur kurva berjangka yang reli dengan cepat. Lebih dari 5 juta barel dipertaruhkan pada spread Brent terdekat yang mencapai US$3 per barel yang diperdagangkan minggu lalu — yaitu 62 sen pada hari Jumat. 

Tekanan pasar terlihat paling banyak pada kontrak jangka pendek, dengan struktur jangka waktu untuk opsi 25-delta menunjukkan bahwa perdagangan bullish melonjak dalam beberapa hari terakhir. Volatilitas tersirat untuk call  Desember naik lebih dari 30 poin minggu lalu, lebih dari tiga kali lipat untuk opsi put, sementara hampir tidak ada perubahan untuk posisi bullish atau bearish untuk kontrak Juli dan seterusnya.

Bullish harga komoditas — baik pada Brent dan WTI — telah melampaui para produsen, yang kemungkinan akan melihat keuntungan hanya jika harga tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama. Volatilitas dan call skew dalam opsi satu bulan pada dana yang diperdagangkan di bursa US Oil Fund LP keduanya melonjak dibandingkan SPDR S&P Oil & Gas Exploration & Production ETF.

"Eskalasi di Timur Tengah telah memicu sejumlah besar short covering dalam minyak mentah karena perubahan CTA dari short menjadi netral," kata Rebecca Babin, pedagang ekuitas senior di CIBC Private Wealth Group. “Investor energi fundamental tetap agak pesimis terhadap 2025 dan menggunakan opsi beli alih-alih mengejar reli minyak mentah untuk mendapatkan eksposur positif terhadap potensi gangguan pasokan.”

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024