3 Hal yang Perlu Diwaspadai Sebelum Berinvestasi Aset Kripto

Hati-hati dengan penawaran investasi aset kripto.

3 Hal yang Perlu Diwaspadai Sebelum Berinvestasi Aset Kripto
Ilustrasi investasi. (Pixabay/Tumisu)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Masyarakat perlu mewaspadai tiga hal sebelum berinvestasi di aset kripto. Tujuannya agar tidak menjadi korban penawaran pedagang aset kripto yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

“Hati-hati dengan penawaran investasi aset kripto dengan keuntungan tetap karena ditunggangi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L. Tobing, dalam keterangan resminya, Minggu (5/12).

Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah daftar pedagang kripto. Mereka harus mengantongi izin dari otoritas berwenang sesuai kegiatan usaha yang dijalankan, dalam hal ini Bappebti. Kedua, perlu memastikan pihak yang menawarkan produk investasi juga memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar. Terakhir, jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam penawarannya, pastikan apakah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atau tidak.

Menurutnya, kini banyak beredar penawaran investasi berbasis aplikasi tak bertanggung jawab karena memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat dengan menawarkan imbal hasil tak wajar, dan meminta penempatan dana terlebih dahulu. 

Sebelumnya, SWI telah menghentikan satu entitas yang melakukan perdagangan aset kripto Vidy Coin dan Vidyx tanpa izin, yakni PT Rechain Digital Indonesia. Lembaga tersebut juga telah menghentikan lima kegiatan usaha yang diduga mempraktikkan money game dan tiga usaha robot trading tanpa izin.

Pinjol illegal

SWI telah menutup 3.734 perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal dari 2018 sampai November 2021. Jumlah pinjol ilegal yang ditutup ini bertambah 103 entitas dari data sebelumnya.

Tongam mengatakan, pemberantasan pinjol ilegal memerlukan kerja sama dari seluruh pihak, terutama masyarakat. Lebih baik meminjam pada usaha fintech lending yang terdaftar dan memiliki izin OJK jika perlu.

“Mendukung upaya proses penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian, kami terus melakukan pencegahan melalui patrol siber dan menutup entitas pinjol ilegal yang kembali kami temukan,” kata Tongam.

Minimnya literasi masyarakat

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan minat masyarakat terhadap aset kripto kini sangat tinggi. Sayangnya, itu tidak dibarengi literasi memadai.

Menurut OJK, tingkat literasi keuangan tidak tumbuh secepat tingkat inklusi keuangan, yakni hanya 38 persen pada 2019. “Namun, investasi ini bisa sangat berisiko tinggi karena hampir tidak ada nilai fundamentalnya,” ujarnya di tengah OJK-OECD Conference seperti dikutip Antara, Kamis (2/12).

Sejumlah regulator di dunia, kata Wimboh, telah mengungkapkan kondisi serius potensi pencucian uang dalam produk keuangan digital. “Otoritas keuangan perlu mencapai keseimbangan antara inovasi, mitigasi risiko, dan juga literasi konsumen,” katanya.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina