Jakarta, FORTUNE – Emiten perkebunan Kelapa Sawit, PT Jhonlin Agro Raya Tbk. (JARR), meneken kerja sama dengan PT Pertamina Patra Niaga untuk pengadaan Biodiesel yang digunakan sepanjang 2024 dengan nilai Rp1,65 triliun.
Direktur Keuangan JARR, Temmy Iskandar, mengatakan penandatanganan kontrak antara perseroan dan Pertamina Patra Niaga terjadi pada 11 Januari 2024.
“Adapun perjanjian tersebut dalam rangka pengadaan biodiesel/Fatty Acid Methyl Ester (FAME) periode Januari – Desember 2024,” ujarnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (15/1).
Temmy menyatakan bahwa nilai tersebut belum termasuk dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain itu, dia menyebutkan tidak ada hubungan afiliasi antara Jhonlin Agro Raya dengan Pertamina Patra Niaga.
Pihak JARR juga tidak memberikan keterangan perihal dampak kerja sama ini terhadap kegiatan operasional dan kondisi keuangan perusahaan.
JARR mulai berfokus pada produksi biodiesel
Pada 2019, JARR memulai pembangunan pabrik refinery dan pabrik biodiesel untuk mengolah TBS menjadi biodiesel dengan kapasitas 1.500 ton per hari atau 450.000 ton per tahun.
Kedua pabrik ini dibangun dan selesai dalam waktu yang bersamaan serta berada pada lokasi yang sama.
Pada 2021, JARR menyelesaikan pembangunan pabrik refinery dan pabrik biodiesel. Pada tahun yang sama, JARR melakukan pembangunan pabrik minyak goreng dengan kapasitas 250 ton per hari.
Pada 2023, JARR melakukan merger dengan perusahaan terafiliasi, yakni PT Jhonlin Agro Lestari (JAL). Penggabungan itu membuat aset JARR bertambah. Selain itu, birokrasi akan lebih pendek, sehingga biaya lebih terkendali dan murah.
Lahan hak guna usaha (HGU) milik JARR seluas 17.000 hektare dan HGU JAL 10.000 hektare. Seusai merger, HGU JARR menjadi 27.000 hektare. Rencana tanam di HGU tersebut mencapai luas sekitar 22.000 hektare.
JARR juga menganggarkan dana belanja modal alias capital expenditure (capex) sekitar Rp100 miliar pada 2024. Capex tersebut murni untuk mengelola kebun dan produksi minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) untuk menjadi biodiesel.
Jika diperinci, sekitar Rp43 miliar digunakan untuk mengelola kebun dan sekitar Rp50 miliar untuk produksi biodiesel. Sementara, capex untuk investasi atau proyek baru pada 2024 itu tidak ada.