Jakarta, FORTUNE - Saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) sempat melejit 25,22 persen ke Rp144 pada Senin (10/7) lalu seiring adanya rumah akan diakuisisi perusahaan lokapasar asal China bernama Temu.
Menanggapi isu tersebut, manajemen Bukalapak buka suara dalam keterbukaan informasi pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Atas isu yang beredar, manajemen mengaku tidak mengetahui rencana akuisisi Temu.
“Perseroan tidak mengetahui informasi terkait rencana akuisisi perseroan oleh e-commerce dari Temu (perusahaan dari Cina),” tulis dalam keterbukaan informasi BEI, dikutip Rabu (9/10).
Bukalapak juga menjelaskan kenaikan saham signifikan dalam beberapa hari terakhir. Menurut manajemen, kenaikan saham murni karena adanya reaksi pasar atas informasi akuisisi.
“Kenaikan harga saham pada 7 Oktober 2024 adalah reaksi pasar atas informasi terkait rencana akuisisi perseroan yang belum diverifikasi kebenarannya dan tidak pernah dikonfirmasi oleh manajemen perseroan,” tulis dalam informasi.
Adapun, spekulasi pasar berada di luar kendali perseroan. Oleh karena itu, Bukalapak menghimbau agar para pemegang saham publik dan investor dapat memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perseroan sebelum membuat keputusan investasi terkait perseroan.
Diketahui, dikutip dari IDX Mobile, volume transaksi atas Saham BUKA berjumlah 4,04 miliar saham. Sementara itu, nilai transaksinya berjumlah Rp576 miliar, dengan frekuensi transaksi 46.200 kali.
Ini lonjakan harga pertama BUKA sejak 30 September 2024. Pada perdagangan September lalu saja, harga BUKA hanya berhasil menguat di enam hari perdagangan, yakni pada 12, 13, 20, 25, 26, dan 27 September.
Selama setahun terakhir, saham BUKA tercatat melemah 32,08 persen. Namun, statistik tiga bulan menunjukkan harganya mulai naik 2,13 persen. Bahkan, dalam sebulan belakangan ini, BUKA sudah menguat 26,32 persen.
Pelaku pasar memang telah menghubungkan penguatan harga saham BUKA itu dengan sejumlah isu, salah satunya dugaan akuisisi oleh e-commerce Temu yang berasal dari Cina.
Dikutip dari Algo Research, Temu milik PDD Holdings, telah menunjukkan ketertarikan untuk masuk ke pasar Indonesia. Kendati demikian, pemerintah cemas Temu akan mendisrupsi industri UMKM lokal karena Temu berpotensi menjual langsung produk impor dari China.