Jakarta, FORTUNE - PT Alumindo Light Metal Industry Tbk (ALMI), anak usaha Maspion Group, mengumumkan penghentian operasionalisasi pabriknya karena masalah keuangan. Keputusan tersebut diumumkan oleh perseroan melalui surat resmi pada keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (29/10).
Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan ALMI, Wibowo Suryadinata, dalam suratnya menjelaskan bahwa penghentian seluruh aktivitas operasional perseroan, baik produksi, administrasi, maupun penjualan, diputuskan setelah upaya perusahaan dalam meningkatkan kinerja penjualan belum membuahkan hasil.
Perusahaan yang menempati posisi sebagai industri penghasil aluminium lembaran (rolling) terbesar di Asia Tenggara saat go-public ini terkena dampak krisis ekonomi global sejak 2018, akibat penetapan tarif bea masuk ke Amerika Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor utama.
"Perseroan telah berupaya mencari pasar penjualan yang baru maupun menggandeng investor atau rekanan dalam bidang usaha aluminium lembaran. Namun, upaya tersebut belum memberikan hasil," demikian Wibowo, dikutip dari keterbukaan informasi BEI.
Gagalnya upaya tersebut membuat pendapatan perseroan terus mengalami penurunan hingga mencapai titik terendah, dari kuantitas penjualan awal sekitar 10.000 ton per bulan menjadi hanya 2.000 ton per bulan.
Meski demikian, upaya perbaikan operasional juga telah dicoba dengan menambah modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu senilai Rp800 miliar. Keputusan yang disepakati melalui Rapat Umum Pemegang Saham pada 7 Desember 2021 tersebut bertujuan untuk membantu meringankan beban biaya utang perseroan.
"Selanjutnya, manajemen perseroan masih terus memberikan upaya terbaik untuk kelangsungan usaha perseroan, hingga akhirnya manajemen memutuskan untuk menghentikan kegiatan operasi untuk jangka waktu yang belum ditentukan," kata Wibowo.
Dampak penghentian operasional tersebut adalah berhentinya seluruh pendapatan dan pengeluaran perseroan kecuali biaya bunga bank dan kewajiban iuran-iuran.
"Sampai saat ini manajemen perseroan tetap berusaha mencari investor atau rekanan untuk menemukan target pasar baru maupun peningkatan fasilitas operasi," ujarnya.
Sementara itu, terkait kasus hukum, Wibowo memastikan bahwa "tidak ada permasalahan hukum yang timbul akibat penghentian kegiatan operasi. Sejauh ini juga belum ada perubahan status hukum perseroan."
"Per tanggal 30 Juni 2024, kepemilikan masyarakat atas saham perseroan adalah sebesar 99.345.100 saham atau setara 2,61 persen dari seluruh saham perseroan," katanya.