Jakarta, FORTUNE - Nilai tukar rupiah dibuka melemah pada perdagangan Rabu (8/5) pagi dengan penurunan 43,50 poin atau 0,27 persen ke Rp16.090 per US$.
Pada Selasa (7/5) sore, rupiah ditutup Rp16.046 per US$ atau turun 20,50 poin (0,13 persen).
Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, memperkirakan rupiah akan kembali melemah terhadap dolar AS dalam perdagangan hari ini.
Pasalnya, indeks dolar terlihat mengalami rebound menyusul tekanan yang timbul usai pengumuman rapat moneter Fed dan penerbitan data tenaga kerja AS yang lebih buruk dari harapan.
"Indeks dolar AS sebelumnya tertekan ke area 105,05 dan sekarang sudah berada di kisaran 105,50," ujarnya kepada Fortune Indonesia, Rabu (8/5).
Penguatan dolar AS bisa dipicu sikap Fed yang masih akan menunda pemangkasan suku bunga acuannya, sembari menunggu data inflasi AS benar-benar turun ke target yang diharapkan. Sementara, pasar juga masih menantikan data ekonomi terbaru AS untuk memastikan perkiraan tersebut.
Selain itu, eskalasi konflik di Timur Tengah dengan adanya serangan Israel ke area baru di Gaza kemungkinan dapat memicu kekhawatiran pelaku pasar sehingga sebagian investor mencari aset lebih aman.
"Potensi pelemahan hari ini ke arah Rp16.100 per US$, dengan potensi support di sekitar US$16.000 per US$," katanya.
Mayoritas mata uang kawasan Asia juga bergerak melemah pada perdagangan pagi ini. Hanya dolar Hong Kong yang terpantau menguat, yakni 0,03 persen.
Sementara itu, yen Jepang melemah 0,28 persen, dolar Singapura turun 0,12 persen, dolar Taiwan turun 0,27 persen, dan won Korea melemah 0,32 persen
Kemudian, peso Filipina melemah 0,27 persen, rupe India turun 0,02 persen, yuan Cina turun 0,07 persen, ringgit Malaysia turun 0,18 persen, dan baht Thailand turun 0,26 persen.
Mata uang di negara maju bergerak variatif dengan euro menguat 0,15 persen dan poundsterling naik 0,18 persen; sedangkan dolar Kanada turun 0,17 persen dan franc Swiss turun 0,08 persen.