Jakarta, FORTUNE - Industri Semen di Indonesia menghadapi berbagai tantangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Masalah kelebihan kapasitas produksi, persaingan harga yang semakin ketat, serta perubahan kebijakan pemerintah terkait pembangunan infrastruktur, memberikan tekanan besar pada kinerja perusahaan-perusahaan semen domestik.
Dalam periode Januari hingga November 2024, penjualan semen di pasar domestik tidak memenuhi harapan awal. Berdasarkan laporan RHB Sekuritas, total penjualan semen domestik selama periode tersebut tercatat sebesar 58,2 juta ton,naik 0,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realiasi penjualan ini bahkan hanya memenuhi 89,3 persen dari target penjualan yang telah ditetapkan.
Pada November 2024, volume penjualan semen mencatat penurunan yang cukup signifikan. Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, penjualan turun sebesar 6,2 persen, sementara dibandingkan tahun lalu, terjadi penurunan sebesar 4 persen. Total penjualan pada November hanya mencapai 5,9 juta ton.
Penjualan semen curah menjadi salah satu segmen yang terdampak paling parah, dengan penurunan 5,8 persen secara bulanan dan 4,8 persen secara tahunan menjadi 1,8 juta ton. Penurunan itu salah satunya disebabkan oleh berkurangnya proyek konstruksi besar, termasuk proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang sebelumnya menjadi motor penggerak penjualan semen curah.
Penjualan semen dalam bentuk kantong juga belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Volume penjualannya hanya mencapai 4,1 juta ton pada November 2024, turun 6,4 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan melemah 3,7 persen secara tahunan. Kondisi ini sebagian besar disebabkan oleh harga jual rata-rata (average selling price/ASP) yang tinggi serta daya beli masyarakat yang melemah.
Proyeksi 2025: Tantangan dan Peluang Baru
Memasuki 2025, industri semen diprediksi akan menghadapi dinamika baru, seirin dengan adanya perubahan kebijakan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang berpotensi menekan permintaan semen curah, yang sebelumnya cukup dominan.
Meski demikian, penjualan semen dalam bentuk kantong, yang mencakup 70 persen dari total konsumsi semen nasional, diharapkan dapat tetap memberikan kontribusi signifikan. Beberapa faktor eksternal diperkirakan dapat memberikan peluang bagi pertumbuhan industri semen pada tahun 2025.
Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) juga menjadi katalis yang mendorong peningkatan investasi dan konsumsi domestik. Program pembangunan tiga juta rumah yang direncanakan pemerintah juga menjadi katalis positif, meskipun masih ada tantangan dari sisi biaya bahan baku yang meningkat dan anggaran infrastruktur yang terbatas.
Kinerja INTP dan SMGR di Tengah Persaingan
Di tengah berbagai tantangan, dua emiten semen di Indonesia, yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), masih memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Kedua perusahaan ini mampu bersaing berkat skala bisnis yang besar, efisiensi operasional, dan diversifikasi pasar ekspor.
INTP diproyeksikan memiliki keunggulan dalam hal kinerja top-line dibandingkan SMGR. Hal ini tercermin dari volume penjualan INTP yang meningkat sebesar 10 persen selama tujuh bulan pertama 2024.
Meski demikian, laba bersih perusahaan ini diperkirakan akan melambat, terutama karena beban utang yang masih tinggi akibat akuisisi pabrik baru di Jawa Tengah. Namun, prospek keuangan INTP pada tahun 2025 tetap terlihat cerah, seiring dengan upaya ekspansi pasar yang terus berlanjut.
Sementara itu, SMGR diproyeksikan mencatat pertumbuhan yang lebih moderat, yaitu sekitar 15 persen. Meskipun angka ini lebih rendah dibandingkan INTP, SMGR tetap memiliki fondasi yang kuat untuk bersaing di pasar domestik maupun internasional. Diversifikasi produk dan penetrasi ke pasar ekspor menjadi salah satu strategi utama perusahaan ini untuk menghadapi tekanan di pasar domestik.
Industri semen di Indonesia akan terus menghadapi tantangan besar di tengah ketidakpastian ekonomi dan perubahan kebijakan pemerintah. Namun, peluang tetap ada, terutama bagi perusahaan seperti INTP dan SMGR yang mampu memanfaatkan skala bisnis mereka serta beradaptasi dengan dinamika pasar.
Dengan strategi yang tepat, kedua perusahaan ini diharapkan dapat tetap bertahan dan tumbuh di tengah tekanan yang ada. Bagi investor, prospek jangka panjang dari sektor ini masih menjanjikan, meskipun penting untuk tetap mewaspadai risiko-risiko yang mungkin muncul di tahun-tahun mendatang.