Jakarta, FORTUNE – Harga emas sebagai aset safe haven terus menguat di tengah situasi krisis akibat serangan Rusia ke Ukraina. Kenaikan harga komoditas tersebut terjadi secara domestik maupun internasional.
Mengutip data dari logam mulia, pada perdagangan Senin (7/3), harga emas Antam melambung ke posisi lebih dari Rp1,01 juta per gram, naik 3,6 persen ketimbang Rp978 ribu pada pekan sebelumnya.
Dalam sebulan terakhir, harga emas meningkat 8,1 persen. Bahkan, secara tahunan (year-on-year) peningkatannya 9,8 persen.
Secara nominal, harga emas saat ini hampir menyamai posisi Rp1,07 juta yang merupakan rekor tertinggi pada Agustus 2020.
Kenaikan logam mulia itu diperkirakan seiring posisi harga emas dunia. Berdasarkan data dari goldprice.org, harga emas dunia sekarang US$1.983 per troy ounce, atau naik 8,4 persen secara tahunan.
Posisi itu juga hampir mendekati US$2.070 per troy ounce puncak harga Agustus 2020.
Dampak langsung sanksi terhadap Rusia
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, berpendapat harga berbagai komoditas, termasuk emas, naik di tengah situasi Rusia yang menyerang Ukraina. Menurutnya, alih-alih perkara agresi militer itu sendiri, kenaikan harga komoditas merupakan akibat dari pemberlakuan sanksi oleh negara-negara Barat terhadap Rusia.
Usai sanksi ekonomi diberlakukan, kata Ibrahim, para spekulan di berbagai negara melakukan aksi beli yang tidak terbatas. Dampaknya adalah lonjakan harga komoditas.
“Dampak dari sanksi tersebut membuat harga komoditas mengalami kenaikan yang tidak wajar,” kata Ibrahim dalam keterangan kepada Fortune Indonesia.
Harga emas tersebut juga terpengaruh sentimen bank sentral Amerika Serikat (AS) yang kemungkinan akan menahan tingkat suku bunga acuan sampai perang benar-benar berakhir.
Ibrahim menaksir harga emas dunia bakal tembus US$2.150 per troy ounce—yang jika benar bisa melampaui rekor pada 2020. Sedangkan, harga logam mulai diprediksi di kisaran Rp1,15 juta per gram.
Sebelumnya, pengamat komoditas, Ariston Tjendra menyebut sejumlah faktor penyebab penguatan harga emas. Perang Rusia dan Ukraina tentu menjadi pendorong utama pelaku pasar membeli safe haven demi menyelamatkan nilai asetnya.
Tak hanya itu, reli kenaikan harga minyak mentah juga berkontribusi terhadap emas, kata Ariston. Saat ini harga minyak mentah versi Brent tembus US$129 per barel, sedangkan versi West Texas Intermediate (WTI) sekitar US$125 per barel. Lonjakan harga energi tersebut juga diyakini akan memicu peningkatan inflasi.
Namun, tren kenaikan bisa jadi tak berlangsung lama menurut Joni Teves, ahli strategi logam mulia di UBS Bank. Dia memperkirakan harga emas akan menuju level lebih rendah terutama menjelang akhir tahun ini, demikian Fortune.com.